بسم الله الرحمن الرحيم
إن الحمد لله نحمده ونستعينه ونستغفره
وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله صلى الله
عليه وعلى آله وسلم تسليما كثيرا أما بعد:
Pembahasan
yang akan dilalui dalam tulisan ini merupakan perkara terpenting yang wajib
diketahui seorang muslim, tanpanya kebahagiaan akhirat tidak akan tercapai.
Kenapa perkara ini menjadi begitu besar ?
Karena
pembicaraan adalah seputar hak-hak Al-Akbar (Dzat Yang Maha Besar).
PENGERTIAN
TAUHID
Secara
bahasa, kalimat “Tauhid” bisa diartikan pengesaan. Adapun secara istilah yang
dipakai dalam pembahasan ilmu-ilmu syar’i, terdapat beragam penggunaan.
Terkadang kata ini -oleh sebagian orang- dipakai secara meluas, mencakup
seluruh pembahasan-pembahasan tentang akidah baik yang berhubungan dengan Alloh
dan sifat-sifat-Nya, ataupun yang berhubungan dengan kedudukan para nabi,
akhirat dan perinciannya, serta perkara-perkara ghaib yang lain. Sebagaimana di
sisi lain sebagian orang yang memakai kata tersebut dalam arti sempit yaitu
pada perkara yang berhubungan dengan Dzat Alloh dan sifat-sifat-Nya.
Namun
para ulama yang mempelajari dalil-dalil Al-Qur’an dan Sunnah secara mendalam
dan terperinci mendapatkan bahwa pada hakikatnya pembicaraan masalah tauhid
tidak terlepas dari tiga aspek, yaitu:
- Pengesaan Alloh dalam penciptaan, pengaturan-Nya dan penguasaan terhadap segenap makhluk-Nya, yang disebut dengan Tauhid Rububiyyah. Tauhid ini juga mengandung keimanan akan wujud Alloh, karena sesuatu yang tidak ada, tidak bisa disifati dengan sifat-sifat tersebut.
- Pengesaan Alloh dalam peribadatan, yang disebut dengan Tauhid Uluhiyyah
- Pengesaan Alloh dalam masalah nama-nama dan sifat-sifat-Nya, yang disebut dengan Tauhid Asma’ wa Shifat
Dengan
makna inilah tauhid dikenal dikalangan Ahlus Sunnah wal Jama’ah-Salafiyyah,
karena memang seluruh dalil-dalil tentang tauhid terhentinya pada tiga perkara
ini –tidak ada yang keempat-.
TAUHID
RUBUBIYYAH
Perkara
ini hampir tidak ada yang menyelisihi, karena fithrah manusia mengetahui bahwa
Allohlah yang mencipta, memberikan rezki, mengatur alam dan menguasai semuanya.
Tidak
diketahui adanya manusia –terdahulu- yang mengingkari perkara ini kecuali
beberapa kelompok, diantaranya Ad-Dahriyyah yaitu orang-orang yang
mengingkari adanya pencipta, mereka meyakini bahwa alam semesta ini terwujud
dengan sendirinya, sebagaimana mungkin sekarang ditemukan pada sebagian orang
yang berpemahaman komunis. Alloh menyebutkan perkataan mereka di dalam
kitab-Nya:
مَا هِيَ إِلَّا حَيَاتُنَا
الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلَّا الدَّهْر
“Kehidupan
ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja. Kita mati dan kita hidup,
tidak ada yang membinasakan kita kecuali masa” (QS Al-Jatsiyah 24)
Kelompok
lain adalah Majusy yang meyakini adanya dua pencipta. Cahaya sebagai
pencipta kebaikan dan kegelapan sebagai pencipta kejelekan.
Namun
ketika ada di kalangan manusia yang menyelisihi perkara ini dengan mengadakan
sekutu bagi Alloh dalam perkara ini seperti keyakinan adanya orang yang bisa
mengatur alam (sebagaimana keyakinan Rofidhoh terhadap para imam mereka atau
keyakinan shufiyyah terhadap para wali mereka), Alloh telah membantah mereka
menutup semua celah yang muncul dari dugaan-dugaan mereka. Alloh Subhanahu
wa Ta’ala berfirman:
وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا
لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ
اللهِ عَمَّا يَصِفُون
“Tidak
ada sembahan lain yang bersamanya. Apabila sembahan-sembahan itu banyak maka
masing-masingnya akan pergi dengan ciptaannya., dan sebagian sembahan tersebut
akan menundukkan sebagian yang lain. Maha suci Alloh dari apa yang mereka
sifatkan” (QS Al-Mukminun 91)
Imam
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah Rahimahulloh dalam kitabnya Ash-Showa’iqul
Mursalah mengatakan: “Perhatikanlah penjelasan yang luas dengan lafazh yang
jelas lagi terang. Bahwasa Ilah (Dzat Yang Berhak Diibadahi) yang benar
mestilah sang pencipta, pemilik perbuatan yang menyampaikan manfaat kepada
hambanya dan menolak bahaya atas hambanya itu. Apabila bila bersamanya adanya Ilah
yang lain, tentunya Ilah tersebut juga memiliki ciptaan dan
perbuatan. Maka ketika hal ini terjadi Ilah yang satu tidak akan ridho
dengan keberadaan Ilah yang lain bersamanya. Bahkan kalau dia mampu
untuk menundukkan Ilah yang lain sehingga dia menjadi satu-satunya yang
diibadahi, maka dia akan melakukannya. Apabila dia tidak mampu untuk itu maka
dia akan menyendiri dengan makhluknya dan pergi bersama mereka sebagaimana
halnya raja-raja di dunia yang masing-masingnya dengan kerajaannya apabila dia
tidak mampu manundukkan atau berkuasa atas raja-raja yang lain.
Maka
mesti berada dalam satu dari tiga perkara:
- Setiap Ilah pergi dengan dengan ciptaan dan kekuasaannya.
- Sebagian Ilah menguasai sebagian yang lain
- Seluruh Ilah berada dibawah kekuatan dan dalam kekuasaan salah satu Ilah. Ilah (yang berkuasa tersebut) bisa berbuat apa saja pada Ilah-Ilah yang lain sementara Ilah-Ilah tersebut tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Mereka tidak bisa menjalankan hukum mereka terhadapnya namun dia bida menerapkan hukumnya terhadap mereka. Maka dialah Ilah yang berhak, dialah yang diibadahi, dialah yeng mengatur dan menguasai semuanya.
Teraturnya
perkara alam semesta baik di langit dan di bumi, serta keterkaitan setiap
perkara satu sama lain, dan berjalannya semua itu dalam pengaturan yang
sempurna, tidak berselisih dan tidak ada yang cacat, menunjukkan bahwa
pengaturnya adalah satu, tidak ada llah selainnya” Selesai
Adapun
perkataan Fir’aun ‘Alaihi La’natulloh sebagaimana disebutkan dalam
firman-Nya:
قَالَ فِرْعَوْنُ وَمَا رَبُّ
الْعَالَمِين
“Fir’aun
berkata: “Siapakah Robbul ‘Alamin ?” (QS
Asy-Syu’aro’ 23)
Ini
hanyalah tindakan pura-pura bodoh dan kesombongan dari seorang hamba durhaka.
Buktinya adalah perkataan Musa ‘Alaihissalam kepadanya:
قَالَ لَقَدْ عَلِمْتَ مَا أَنْزَلَ
هَؤُلَاءِ إِلَّا رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ بَصَائِر
“Musa
berkata: “Engkau telah mengetahui bahwa yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu
tidak lain hanyalah Robb langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata”(QS Al-Isro’ 102)
وَجَحَدُوا بِهَا وَاسْتَيْقَنَتْهَا
أَنْفُسُهُمْ ظُلْمًا وَعُلُوًّا
“Mereka
menentang mukjizat-mukjizat itu sebab kezholiman dan kesombongan mereka padahal
hati mereka meyakini kebenarannya” (An-Naml
14)
Orang-orang
musyrikin Quraisy meyakini Tauhid Rububiyyah ini dan tidak menjadikan
sembahan-sembahan mereka sebagai sekutu bagi Alloh dalam kekuasaan dan
pengaturan-Nya. Alloh Ta’ala menyebutkan tentang keyakinan para musyrikin
tersebut dalam perkara ini:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ
وَالْأَرْضِ أَمْ مَنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ
الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ
الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُون
“Katakanlah
(Wahai Muhammad): “Siapakah yang memberikan kalian rezki dari langit dan bumi.
Atau siapakah yang berkuasa menciptakan pendengaran dan penglihatan serta
mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang
hidup, serta yang mengatur segala urusan ?”. Mereka akan menjawab: “Alloh”.
Maka katakanlah: “Maka kenapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya ?” (QS Yunus 31)
Alloh
Jalla wa ‘Ala berfirman:
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ ۞ سَيَقُولُونَ لِلهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
۞ قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ ۞
سَيَقُولُونَ لِلهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ ۞ قُلْ مَنْ بِيَدِهِ
مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ
تَعْلَمُونَ ۞ سَيَقُولُونَ لِلهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ
“Katakanlah
(Wahai Muhammad): “Siapakah pemilik bumi dan apa-apa yang ada padanya apabila
kalian mengetahui?”. Mereka akan mengatakan: “Milik Alloh”. Maka katakanlah:
“Lantas kenapa kalian tidak mengingatnya ?”. Katakanlah: “Siapakah Robb (Dzat
Yang Memiliki Seluruh Sifat Rububiyyah) pemilik langit yang tujuh dan ‘Arsy
yang agung ?”. Mereka akan mengatakan: “Milik Alloh”. Maka katakanlah: “Lantas
kenapa kalian tidak bertakwa kepada-Nya ?”. Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu,
Dialah yang melindungi dan tidak ada yang bisa terlindung dari azab-Nya, jika
kalian mengetahui ?” Mereka akan mengatakan: “Alloh”. Maka katakanlah: “Lantas
kenapa kalian sampai tertipu ?”. (QS Al-Mukminun 84-89)
Bahkan
dengan keyakinan kaum musyrikin terhadap Tauhid Rububiyyah inilah Allah
menjadikannya sebagai dalil yang jelas bagi mereka –dan segenap manusia- akan
wajibnya Tauhid Uluhiyyah, karena yang berhak diibadahi hanyalah yang
menciptakan mereka, mengatur kehidupan dan rezki mereka, mengangkat kesusahan
mereka, adapun yang tidak memiliki peran sedikitpun dalam perkara-perkara
tersebut bagaimana bisa diibadahi ? Alloh Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا
رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
۞ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ
السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا
تَجْعَلُوا لِله أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Wahai
para manusia !! Ibadahilah Robb kalian yang telah menciptakan kalian dan
orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa. Dialah yang menjadi bumi bagi
kalian sebagai hamparan dan langit sebagai atap serta menurunkan air dari
langit sehingga dengannya keluar buah-buahan sebagai rezki bagi kalian. Maka
janganlah kalian menjadikan tandingan-tandingan bagi Alloh sementara kalian
mengetahui”. (QS Al-Baqoroh 21-22)
Alloh
Ta’ala berfirman:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ
مِنْ دُونِ اللهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي
الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ ۞
وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَه
“Katakanlah
(wahai Muhammad): “Serulah mereka yang kalian anggap sebagai sembahan selain
Alloh. Mereka tidak memiliki kekuasaan seberat biji zarrah pun dilangit maupun
di bumi. Mereka sama sekali tidak memiliki peran dalam penciptaan keduanya dan
tidak ada diantara mereka yang menjadi pembantu-Nya. Syafaat disisi-Nya tidak
bermanfaat kecuali hanya bagi orang yang diizinkan-Nya”. (QS Saba’ 22-23)
Imam
Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah Rahimahulloh dalam kitabnya Ash-Showa’iqul
Mursalah mengatakan: “Perhatikanlah bagaimana ayat ini membantah kaum
musyrikin dari berbagai jalan masuk mereka terhadap kesyirikan, serta
menutupnya dengan sempurna dan rapat. Sesungguhnya seorang hamba menggantungkan
hatinya dengan yang diibadahi, dikarenakan apa yang bakal dia dapatkan berupa
manfaat, kalau dia tidak mengharapkan manfaat maka hatinya tidak akan
tergantung dengan yang diibadahinya tersebut.
Maka
ketika ini yang diibadahi mestilah:
- pemilik sebab-sebab yang hambanya bisa memanfaatkannya
- atau sekutu bagi pemiliknya
- atau pembantu, penolongnya
- atau orang yang memeliki posisi, kehormatan dan kedudukan disisinya
apabila
keempat perkara ini tidak terdapat dan batal dari seluruh sisi maka hilanglah
sebab-sebab kesyirikan dan terputuslah unsur-unsurnya”. Selesai
TAUHID
ULUHIYYAH
Inilah
perkara utama yang didakwahkan para nabi, yaitu mengikhlaskan ibadah hanya bagi
Alloh. Baik ibadah tersebut bisa berbentuk amalan hati, ataupun perkataan dan
perbuatan. Alloh berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ
رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Kami
telah mengutus rasul pada setiap umat yang mengatakan: “Beribadahlah kalian
kepada Alloh dan jauhilah Thogut (apa-apa yang diibadahi selain Alloh dan dia
ridho dengannya)” (QS An-Nahl 36)
Perkara
inilah yang diingkari oleh musuh-musuh para nabi. Alloh berfirman:
لَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى
قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا الله مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
إِنِّي أَخَافُ عَلَيْكُمْ عَذَابَ يَوْمٍ عَظِيمٍ ۞ قَالَ الْمَلَأُ مِنْ
قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي ضَلَالٍ مُبِين
“Sungguh
Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia berkata: “Wahai kaumku,
Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian selain-Nya.
Sesungguhnya aku takut kalian akan ditimpa azab pada hari yang dahsyat
(kiamat). Pemuka-pemuka kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami melihatmu
benar-benar dalam kesesatan yang nyata” (QS
Al-A’rof 59-60)
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ
يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ ۞
قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَوْمِهِ إِنَّا لَنَرَاكَ فِي سَفَاهَةٍ
وَإِنَّا لَنَظُنُّكَ مِنَ الْكَاذِبِين
“Kepada
kaum ‘Ad Kami mengutus saudara mereka Hud, maka dia berkata: “Wahai kaumku,
Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian selain-Nya. Maka tidakkah kalian bertakwa ?”. Pemuka-pemuka orang
kafir dari kaumnya berkata: “Sesungguhnya kami melihatmu benar-benar tolol dan
sungguh kami mendugamu termasuk para pendusta”. (QS Al-A’rof 65-66)
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا
قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُه
“Kepada
kaum Tsamud Kami mengutus saudara mereka Sholih, maka dia berkata: “Wahai
kaumku, Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian
selain-Nya”. (QS Al-A’rof 73), sampai kepada
firman-Nya
قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ
اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لِلَّذِينَ اسْتُضْعِفُوا لِمَنْ آَمَنَ مِنْهُمْ
أَتَعْلَمُونَ أَنَّ صَالِحًا مُرْسَلٌ مِنْ رَبِّهِ قَالُوا إِنَّا بِمَا
أُرْسِلَ بِهِ مُؤْمِنُونَ ۞ قَالَ الَّذِينَ اسْتَكْبَرُوا إِنَّا بِالَّذِي
آَمَنْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ
Pemuka-pemuka
yang sombong dari kaumnya berkata kepada orang-orang yang dianggap lemah yaitu
orang-orang yang telah beriman dari kaumnya: “Apakah kalian yakin bahwa Sholih
diutus dari Robbnya ?”. Mereka menjawab: “Kami beriman dengan apa yang
disampaikannya”. Orang-orang yang sombong itu berkata: “Sesungguhnya kami
mengingkari apa yang kalian imani”
(QS Al-A’rof 75-76)
وَإِلَى مَدْيَنَ أَخَاهُمْ شُعَيْبًا
قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُه
“Kepada
kaum Madyan Kami mengutus saudara mereka Syu’aib, maka dia berkata: “Wahai
kaumku, Ibadahilah Alloh. Tidak ada yang pantas diibadahi bagi kalian
selain-Nya”. (QS Al-A’rof 85), sampai kepada
firman-Nya
قَالَ الْمَلَأُ الَّذِينَ
اسْتَكْبَرُوا مِنْ قَوْمِهِ لَنُخْرِجَنَّكَ يَا شُعَيْبُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا
مَعَكَ مِنْ قَرْيَتِنَا أَوْ لَتَعُودُنَّ فِي مِلَّتِنَا
Pemuka-pemuka
yang sombong dari kaumnya berkata: “Kami benar-benar akan mengeluarkanmu dan
orang-orang yang beriman bersamamu dari dari negre kami kecuali kamu kembali
kepada agama kami”. (QS Al-A’rof 88)
Karena
mengingkari perkara inilah para musyrikin tidak dikatakan beriman walaupun
mereka telah meyakini Tauhid Rububiyyah, dan inilah makna kalimat Laa
ilaha illalloh. Karena kalimat tersebut menuntut pelepasan diri dari
seluruh jenis yang diibadahi selain Alloh dalam seluruh bentuk peribadatan.
Pada kalimat itu juga terdapat tuntutan untuk mengesakan Alloh saja dalam
seluruh peribadahan. Disebabkan dua tuntutan inilah maka para penentang rosul
menolak kalimat yang mereka dakwahkan ini.
Alloh
menyebutkan tentang mereka:
إِنَّهُمْ كَانُوا إِذَا قِيلَ لَهُمْ
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ يَسْتَكْبِرُونَ ۞ وَيَقُولُونَ أَئِنَّا لَتَارِكُوا
آَلِهَتِنَا لِشَاعِرٍ مَجْنُون
“Sesungguhnya
mereka, jika dikatakan kepada mereka “Tak ada yang berhak diibadahi kecuali
Alloh” mereka menyombongkan diri. Mereka mengatakan: “Apakah kami harus
meninggalkan sembahan-sembahan kami karena seorang penya’ir yang gila ?”. (QS Ash-Shoffat 35-36)
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ
مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ ۞ أَجَعَلَ الْآَلِهَةَ
إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Mereka
heran dengan kedatangan pemberi peringatan dari kelangan mereka. Orang-orang
kafir berkata: “Orang ini adalah penyihir yang banyak berdusta, apakah dia
ingin menjadikan sembahan-sembahan itu menjadi sembahan yang satu saja ?
Sungguh ini adalah sesuatu yang sangat mengherankan”.(QS Shod 4-5)
Mereka
mengetahui kalau mereka menerima seruan kepada Tauhid Uluhiyyah maka
mereka harus beribadah kepada Alloh saja dan meninggalkan sembahan-sembahan
mereka, karena itulah mereka mengingkarinya.
Karena
Tauhid Uluhiyyah merupakan keharusan dari penetapan Tauhid Rububiyyah
maka sebaliknya tidak bisa seseorang dikatakan telah menetapkan Tauhid
Uluhiyyah tetapi dia menyekutukan Alloh dalam Tauhid Rububiyyah seperti
meyakini adanya orang yang mengetahui perkara ghoib, atau adanya benda yang
bisa memberi manfaat dan bahaya dengan sendirinya.
Tauhid
Uluhiyyah juga mengharuskan seseorang
menetapkan apa yang Alloh tetapkan bagi diri-Nya dan meniadakan apa yang Alloh
tiadakan, karena itulah bentuk ketundukan dan peribadahan seorang hamba.
Makanya dari sisi ini orang yang menetapkan Tauhid Uluhiyyah mestilah
menetapkan Tauhid Asma’ wa Shifat dengan pemahaman yang benar. Rusaknya
Tauhid Asma’ wa Shifat pada diri seorang hamba menyebabkan kerusakan pada Tauhid
Uluhiyyah.
Syaikh
Sholih Alu Syaikh Hafizhohulloh dalam At-Tamhid (434-437)
mengatakan: “Demikian juga Tauhid Asma’ wa Shifat merupakan bukti akan Tauhid
Uluhiyyah. Barangsiapa yang sesat dalam Tauhid Asma’ wa Shifat maka
sesungguhnya kesesatan dalam masalah Tauhid Uluhiyyah akan mengikutinya.
Karena itulah anda dapatkan para mubtadi’ yang menyimpang dalam masalah
nama-nama Alloh dan sifat-sifat-Nya dari umat ini, dari kalangan Al-Jahmiyyah,
Al-Mu’tazilah, Ar-Rofidhoh, Al-Asya’iroh, Al-Maturidiyyah dan yang semisal
mereka, anda mendapatkan ketika mereka menyimpang dalam Tauhid Asma’ wa
Shifat, mereka tidak mengetahui hakikat makna Tauhid Uluhiyyah. Maka
mereka mantafsirkan makna “Ilah” selain maknanya, dan mengartikan “Laa
ilaha illalloh” tidak sesuai dengan makna yang ditunjukkan secara bahasa
(arab) ataupun istilah syari’at. Demikian juga mereka tidak mengetahui
keterkaitan-keterkaitan Asma’ wa Shifat dan pengaruh-pengaruhnya
terhadap kekuasan Alloh ‘Azza wa Jalla”. Selesai
TAUHID
ASMA’ WA SHIFAT
Mengenal
Alloh baik nama-nama-Nya maupun sifat-sifat-Nya, mana yang wajib kita tetapkan
bagi-Nya ataupun apa yang mesti kita sucikan dari-Nya, adalah merupakan perkara
ghoib yang ilmunya hanya dari-Nya.
Tauhid
ini dibangun di atas dua landasan yaitu: pertama menyucikan Alloh ‘Azza
wa Jalla dari menyerupakan-Nya dengan makhluk. Adapun yang kedua adalah
mengimani apa yang disifatkan Alloh akan diri-Nya dengan sisi yang layak dengan
kesempurnaan-Nya. Bersamaan dengan itu seorang hamba mesti memutus keinginan
untuk mengetahui hakikat penyifatan tersebut karena Alloh berfirman:
يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ
وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِهِ عِلْمًا
“Dia
mengetahui apa yang akan mereka mereka hadapi berupa apaha dan azab serta apa
yang mereka tinggalkan di dunia, sementara ilmu mereka tidak bisa membatasi
ilmu, dzat dan sifat-Nya”. (QS Thoha
110)
Allohlah
yang tahu tentang diri-Nya Subhanahu wa Ta’ala, dan kita tidak bisa
mengetahui melainkan dari firman-Nya atau lewat sabda Rosul-Nya dan kita tidak
dibebankan lebih dari itu. Apa yang Dia tetapkan maka kita tetapkan dan apa
yang Dia tiadakan maka kita tiadakan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahulloh
dalam Al-Aqidah Al-Wasithiyyah mengatakan: “Karena Dia Subhanahu
yang paling tahu dengan diri-Nya dan selainnya, yang paling benar perkataannya,
paling baik perkataan dari pada makhluknya. Kemudian para rosul-Nya orang-orang
yang jujur dan terpercaya. Berbeda dengan orang-orang yang berkata tentang-Nya
dengan sesuatu yang tidak mereka ketahui. Karena itulah Dia Subhanahu
mengatakan:
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ
عَمَّا يَصِفُونَ ۞ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ ۞ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
“Maha
Suci Robb-mu Robb segala keperkasaan, dari apa yang mereka sifatkan. Selamat
bagi para Rosul dan segala puji bagi Robb semesta alam”. (QS Ash-Shoffat 180-182)
Maka
Dia mensucikan dirinya dari apa-apa yang disifatkan oleh orang-orang yang
menyelisihi para rasul, lalu (Dia) mengucapkan selamat kepada para rosul karena
selamatnya perkataan-perkataan mereka dari kekurangan dan aib” Selesai
Karena
pentingnya masalah ini banyak dalil-dalil yang mewajibkan penyucian Alloh dari
pensifatan yang dilakukan oleh para penyelisih. Ketika Nashoro menyifatkan dan
menamakan Alloh sebagai “Tuhan Bapa”, Alloh berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ
فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ ۞ سُبْحَانَ رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ رَبِّ
الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُونَ
“Katakanlah
(Wahai Muhammad): “Ar-Rohman tidak memiliki anak, sementara akulah orang yang
pertama kali menentang dan tidak menyukai perkara itu. Maha Suci Robb langit
dan bumi serta Robb ‘Arsy yang agung dari apa yang mereka sifatkan”. (QS Az-Zukhruf 81-82)
Penolakan
salah satu nama ataupun sifat Alloh yang telah dia tetapkan pada hakikatnya
adalah pendustaan terhadap-Nya. Adapun keluar tidaknya mereka dari Islam sesuai
jenis penyimpangan yang mereka lakukan dan udzur syar’i yang ada pada mereka.
Perlu
dicermati banyak orang keliru menganggap bahwa dua landasan Tauhid Asma’ wa
Shifat yang telah disebutkan di atas bertolak belakang. Sesungguhnya
penetapan nama dan sifat Alloh tidak berarti kita menyerupakan-Nya dengan
Alloh, karena Alloh berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ
السَّمِيعُ الْبَصِير
“Dia
benar-benar tidak serupa dengan apapun, dan Dia adalah As-Sami’ (Dzat Yang Maha
Mendengar) dan Al-Bashir (Dzat Yang Maha Melihat)”. (QS Asy-Syuro 11)
Dalam
ayat ini Alloh meniadakan adanya penyerupaan dengan-Nya, namun setelah itu
Alloh menetapkan bagi diri-Nya sifat mendengar dan sifat melihat padahal
manusia juga disifati dengan kedua sifat tersebut.
Hal
ini disebabkan karena tidak mesti sesuatu yang memiliki penyebutan yang sama
maka hakikatnya harus sama. Kita punya kaki, dan kursi pun punya kaki, apakah
sama kaki kita dengan kaki kursi, padahal keduanya dinamakan kaki ? Maka kaki
manusia adalah sesuatu yang layak dengan manusia dan kaki kursi adalah yang
layak dengannya. Pada makhluk saja perbedaannya bisa dimaklumi, maka bagaimana
bisa penetapan hakikat sifat Alloh dianggap penyerupaan ?
Sebagai
misal firman Alloh Ta’ala:
بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ
كَيْفَ يَشَاء
“Bahkan
kedua tangan-Nya terbentang, dia menafkahkan sebagaimana yang Dia kehendaki”. (QS Al-Ma’idah 64)
Karena
Alloh menetapkan dua tangan bagi-Nya maka Ahlus Sunnah pun menetapkan sifat dua
tangan Alloh yang layak bagi-Nya tidak sama dengan makhluk-Nya, sempurna tidak
ada kekurangan dari sisi apapun. Adapun bagaimana hakitat tangan-Nya hanya
Alloh yang tahu, kita tidak diberi ilmu untuk itu dan kita meyakini bahwa kedua
tangan-Nya tidak seperti tangan-tangan makhluk-Nya. Karena itulah tidak boleh
bagi seseorang membayang-bayangkan hakikat tangan Alloh karena secara tidak
sadar orang tersebut telah menetapkan suatu bentuk dalam khayalannya, sementara
khayalan itu sendiri adalah makhluk.
Maka
berbahagialah orang-orang yang bisa memahami perkara ini sebagaimana para
shohabat dahulu memahaminya, mereka tidak memberat-beratkan diri dengan
pemikiran-pemikiran yang aneh yang menyebabkan orang-orang setelahnya banyak
yang sesat bahkan sampai keluar dari Islam. Ibnul Qoyyim Rahimahulloh
dalam At-Tibyan fi Ahkamil Qur’an (1/144) mengatakan: “Apabila seorang
hamba memperoleh pemahaman dalam masalah Asma’ was Shifat maka hal dia
akan mendapatkan manfaatnya, manfaat yang agung dan sempurna dalam mengetahui
mana yang benar dan yang salah dari pendapat-pendapat, tarikat-tarikat,
madzhab-madzhab dan keyakinan-keyakinan”. Selesai
SEMPURNAKAN
TAUHIDMU !!
Barangsiapa
yang sempurna tauhidnya, memenuhi syarat-syaratnya dan menunaikan tuntutan-tuntutannya,
maka dosa-dosanya akan diampuni dan mendapatkan ketenangan di dalam dirinya.
Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
الَّذِينَ آَمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا
إِيمَانَهُمْ بِظُلْمٍ أُولَئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُمْ مُهْتَدُونَ
“Orang-orang
yang beriman dan tidak mencampuri keimanan mereka dengan kesyirikan apapun,
mereka mendapatkan rasa aman dan merekalah orang-orang yang mendapatkan
petunjuk”. (Al-An’am 82)
Rosululloh
Sholallohu ‘Alaihi wa Sallam bersabda bahwa Alloh Subhanahu wa Ta’ala
berkata:
يا ابن آدم إنك لو لقيتني بقراب الأرض
خطايا ثم لقيتني لا تشرك بي شيئا لأتيتك بقرابها مغفرة
“
Wahai
anak Adam Sesungguhnya kamu jika menemui-Ku dengan kesalahan sepenuh bumi,
lantas kamu menemui-Ku tanpa adanya kesyirikan sedikitpun, maka sungguh Aku
akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi”. (HR Tirmidzi dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu. Hadits ini dishohihkan
Syaikh Al-Albany Rahimahulloh)
Maka
barangsiapa yang betul-betul menyempurnakan tauhidnya, pada dirinya terdapat
rasa takut yang sangat untuk terjatuh kepada kesyirikan baik syirik besar
maupun kecil
.
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوْبُ إِلَيْكَ
Ditulis
oleh: Abu Ja’far Al-Harits Al-Minangkabawy
20
Jumadits Tsani 1433 H
KITAB-KITAB
SEPUTAR MASALAH INI:
- Da’watut Tauhid Ushuluha wal Adwar Allati Marrot Biha wa Masyahir Du’atiha karya Syaikh Muhammad Kholil Haros Rahimahullohu Ta’ala
- Ash-Showa’iqul Mursalah karya Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah Rohimahullohu Ta’ala
- Al-Adhwa’ul Bayan Fi Idhohil Qur’an bil Qur’an karya Imam Asy-Syinqithy Rohimahullohu Ta’ala
- At-Tamhid Syarhu Kitabit Tauhid Karya Syaikh Sholih bin ‘Abdil ‘Aziz Alu Syaikh Hafizhohulloh Ta’ala
Tidak ada komentar:
Posting Komentar