Salah
satu diantara nama-nama Allah SWT dari
yang berjumlah 99 (Sembilan puluh Sembilan) atau yang dikenal dengan sebutan
-Al-Asma’ Al-Husna- adalah -Al-Khaliq-, artinya Dia-lah yang
menciptakan.
Ciptaan-Nya
meliputi segala sesuatu, baik itu berupa hal-hal yang nampak oleh mata seperti
manusia, hewan, tumbuhan dan alam seisinya ini, maupun keberadaan yang tidak
bisa dilihat oleh mata seperti malaikat, surga, neraka dan lain-lain. Termasuk
dari makhluk-Nya yang tidak terlihat oleh mata adalah jin.
Jin
adalah makhluk ciptaan Allah Swt. Yang berbeda dengan manusia dari asal
ciptaanya. Jin dicptakan oleh Allah Swt. Dari api sedangkan manusia diciptakan
dari tanah. Allah SWT berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 15 :
وخلق الجان من مارج من نار
Artinya
: “Dan dia telah menciptakan jin dari nyala api” (QS. Ar-Rahman ayat:
15)
Demikian
pula dalam surat Al-Mu’minun ayat 12 Allah SWT. Menegaskan :
ولقد خلقنا الانسان من سلالة من طين
Artinya
: “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu sari pati dari
tanah” (QS. Al-Mu’minun:12)
Sebagai
salah satu makhluk Allah Swt. yang tidak terlihat, jin memiliki berbagai
kemampuan yang tidak dimiliki oleh manusia, antara lain kemmpuan untuk mengubah
wujudnya menjadi berbagai macam bentuk menyerupai manusia dan binatang seperti
ular, keledai, unta, sapi dan lain-lain. Hal itu seperti sebuah kisah yang
dialami oleh sayyidah Aisyah bahwa beliau melihat seekor ular dalam rumahnya.
Kemudin beliau memerintakan untuk membunuh ular tersebut. Akhirnya ular itu pun
terbunuh, dan tak lama kemudian beliau diberi tahu bahwa:
إنها من النفر الذين استمعوا الوحي من النبي
(ular
tersebut adalah termasuk dari golongan yang pernah mendengarkan wahyu dari nabi
(golongan jin).
Setelah
mengerti akan hal itu beliaupun mengutus seseorang pergi ke Yaman untuk membeli
40 (empat puluh) budak guna memerdekakan.
Juga
ada jin yang mampu memindahkan sesuatu dalam waktu yang singkat. Hal itu seperi
yang diceritakan dalam Al-Quran pada masa Nabi Sulaiman bahwa Ifrit yang
termasuk salah satu jin sanggup untuk memindahkan singgasana Ratu Bilqis
sebelum Nabi Sulaiman berdiri dari tempt duduknya.
Meskipun
jin itu berbeda dalam hal asal penciptaanya, tetapi dia juga mkhluk Allah Swt.
Yang tujuan dari penciptaannya sama dengan tujuan penciptaan manusia, yaitu
tidak lain supaya beribdah kepada Allah. Hal itu sesuai dengan firman Allah
Swt.dalam surat Adz-Dzariyat, 56:
وماخلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
Artinya
: “Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk menyembah-Ku”
(QS. Adz-Dzariyat: 56)
Oleh
karna itu seperti manusia, jin juga mukallaf (dibebani) untuk menjalankan
perintah Allah dan menjahui segala yang dilarang-Nya Dalam hal ini mereka juga
mendapatkan pahala apabila melakukan perbuatan sesuai dengan apa yang di
perintahkan oleh Allah Swt. Dan akan disiksa apabila melanggar aturan yang di
gariskan.
Jadi,
karena mereka semua mukallaf seperti manusia, Allah Swt. Juga mengutus kepada
mereka utusan yang akan menyampaikan wahyu.
Para
ulama mempunyai pedapat yang sama bahwa risalah nabi kita Muahammad Saw. Tidak
hanya terbatas pada manusia saja, melainkan juga mencakup jin, bahkan ada yang
mengatakan sampai kepada semua makhluk hidup.
Dalam
Al-Quran surat A-Jin di jelaskan. Artinya : “katakanlah telah diwahyukan
kepadaku (Nabi Muhammad) bahwasanya sekumpulan jin telah mendengarkan Al-Quran
menakjubkan(yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman
kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak akan mempersekutukan seorang pun dengan tuhan
kami” (QS. Al-Jin: 1-2).
Dalam
kitab Al-Asybah wan Nazhair juga disebutkan :
والنبي صلى الله عليه وسلم مرسل اليهم
Artinya:
“Bahwasanya nabi Muhammad diutus kepada mereka (bangsa jin)”
Jadi,
diantara mereka (bangsa jin) juga ada yang melakukan shalat dan
syariat-syariat lain yang telah dibawa Nabi Muhammad Saw.
Kesimpulan
akhirnya bahwa jin yang beriman kepada Allah SWT. Sebagai Tuhannya dan
Muhammad SAW sebagai utusan-Nya yang terakhir sekaligus menyempurnakan
risalah-risalah utusan sebelumnya akan berpegang pada Al-Quran dan Hadis
sebagai pedoman hidup.
Semoga
dengan tulisan ini meningkatkan kita senantiasa ta’at beribadah, tidak kalah
oleh jin. Memang lebih berat, amin. Wallohu a’lam. ***
Sumber:
KH.MA. Sahal Mahfudh. Dialaog Problematika Umat. Surabaya : Khalista & LTN
PBNU.
Oleh
: KH. Muhammad Nuh Addawami
/ Wkl. Rois Suriyah PWNU Jabar. Pengasuh Pesantren Nurulhuda, Cisurupan –
Garut.
بسم الله الرحمن الرحيم
- الحمد لله الملك الحكيم – الجواد الكريم – العزيز الرحيم – الذى خلق
الانسان فى احسن تقويم – وفطر السموات والارض بقدرته – ودبر الامور فى الدارين
بحكمته – وما خلق الجن والانس الا لعبادته – فالطريق اليه واضح للقاصدين – والدليل
عليه لائح للناظرين – ولكن الله يضل من يشاء ويهدي من يشاء وهو اعلم بالمهتدين –
والصلاة على سيد المرسلين – وعلى اله الابرار الطيبين الطاهرين – وسلم وعظم الى يوم
الدين – اما بعد
Maka
sesungguhnya semenjak pertama berdiri Jam’iyyah Nahdlatul Ulama menegaskan diri
sebagai penganut, pengemban dan pengembang ajaran islam ‘ala thariiqah
ahlussunnah waljama’ah.
Arti
Ahlussunnah Waljama’ah
A.
Arti menurut Lughot :
Arti Ahli menurut lughat adalah :
isteri, keluarga, tukang, pakar, penghuni dan penganut.
Arti As-sunnah menurut lughat adalah
:
السيرة , الطريقة,
الطبيعة والشريعة
Arti
Al-jama’ah menurut lughat adalah :
الفرقة من الناس
(kelompok
manusia) dan dikatakan juga terhadap binatang-binatang, umpanya dikatakan
jama’ah an-nahl = kelompok tawon).
B.
Arti As-sunnah dalam istilah Ahli Hadits :
اقوال الرسول صلى الله
عليه وسلم وافعاله واقرارته المفصلة لما اجمل فى القران من الحكم والاحكام
Artinya
: perkataan-perkataan Rasul SAW dan perbuatan-perbuatannya dan taqrir-taqrirnya
yang menjelaskan pada apa-apa yang global di dalam Al-Quran daripada
hikmah-hikmah dan hukum-hukum.
Arti
As-sunnah menurut ushuliyyin :
قول النبي صلى الله عليه
وسلم وفعله وتقرير
Artinya
: perkataan Nabi SAW dan perbuatannya dan taqrirnya.
Adapula
para ulama ahli hadits dan ahli ushul fiqh mendefinisikan kata As-sunnah
sebagai berikut :
ما جاء عن البي صلى الله
عليه وسلم من اقواله وافعاله وتقريره وما هم بفعله
Artinya
: apa-apa yang datang dari Nabi SAW berupa perkataan-perkataannya dan
perbuatan-perbuatannya dan taqrirnya dan apa-apa yang beliau cita-citakan untuk
mengerjakannya.
Yang
dimaksud dengan taqrir Nabi SAW adalah perbuatan seorang sahabat Nabi SAW yang
diketahui beliau dan beliau tidak menegur atau menyalahkannya.
Arti
As-sunnah dalam istilah para fuqaha :
ما يثاب على فعله ولا
يعاقب على تركه
Artinya:
apa-apa yang mendapat pahala karena mengerjakannya dan tidak akan mendapat
siksa karena meninggalkannya.
C.
Arti Ahlussunnah waljama’ah dalam dunia Islam adalah :
فرقة الحق من فرق امة
محمد صلى الله عليه وسلم
Artinya
: kelompok yang benar dari beberapa kelompok umat Nabi Muhammad SAW.
Tersebut
dalam hadits :
قال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: والذى نفس محمد بيده لتفترق امتى على ثلاث وسبعين فرقة فواحدة فى الجنة
وثنتان وسبعون فى النار قيل: من هم يا رسول الله؟ قال: اهل السنة والجماعة
; رواه الطبرانى
Artinya
: Telah berkata Rasulullah SAW ; Demi Tuhan yang memegang jiwa muhammad
sesungguhnya akan berfirqah umatku sebanyak 73 firqah. Yang satu masuk surga
dan yang lainnya masuk neraka. Beliau ditanya: siapakah firqah yang masuk surga
itu ya Rasulallah? Beliau menjawab : Ahlussunnah waljama’ah. (HR.
At-Thabraani).
وقال رسول الله صلى الله
عليه وسلم: فانه من يعش منكم من بعدى فسيرى اختلافا كثيرا فعليكم بسنتى وسنة
الخلفاء المهديين الراشدين تمسكوا بها وعضوا عليها بالنواجذ ; رواه ابو داود
Artinya
: Dan telah berkata Rasulullah SAW ; Maka bahwasannya siapa yang hidup (panjang
umur) diantaramu setelah meninggal aku niscaya ia akan melihat perselisihan
yang banyak, maka pegang teguhlah sunnah-ku dan sunnah khalifah-khalifah
al-mahdiyyin ar-rasyidin yang diberi hidayah. Pegang teguhlah itu dan gigitlah
dengan gerahammu. (HR. Abu Dawud)
وقال النبي صلى الله عليه
وسلم: ان بنى اسرائيل تفرقت على ثنتين وسبعين ملة وتفترق امتى غلى ثلاث وسبعين ملة
كلهم فى النار الا ملة واحدة. قالوا:ومن هي يا رسول الله؟ قال: ما انا عليه
واصحابى. ; رواه الترميذى
Artinya:
Dan telah berkata Nabi SAW ; sesungguhnya bani Israil telah pecah atas 72
millah, dan akan pecah umatku atas 73 millah, semuanya masuk neraka kecuali
millah yang satu. Para sahabat bertanya: siapakah millah yang satu itu ya
Rasulallah? Nabi menjawab: ialah millah aku dan sahabat-sahabatku atasnya. (HR.
At-Tirmidzi).
Dari
tiga riwayat hadits tersebut dihasilkan pengertian bahwa As-sunnah waljama’ah
itu :
ما عليه النبي صلى الله عليه وسلم واصحابه, سنة
النبي صلى الله عليه وسلم وسنة الخلفاء الراشدين, ملة النبي صلى الله عليه وسلم
واصحابه
Maka
dari itu arti Ahlussunnah waljama’ah dalam dunia islam adalah :
اهل ملة النبي صلى الله
عليه وسلم والخلفاء الراشدين واصحابه
Pada
prinsipnya Ahlussunnah waljama’ah itu adalah : orang-orang yang menerima
risalah Rasulullah Muhammad SAW dengan baik dan benar secara kaaffah (aqidah,
ibadah dan akhlaq).
***
Risalah
Rasulullah SAW itu semuanya tertuang dalam Al-Quran dan As-sunnah secara
tersurat dan tersirat. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah SAW
pernah berkata :
تَرَكْتُ فِيكُمْ
أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ
نَبِيِّه
Artinya
: aku telah meninggalkan pada kalian dua perkara, sepanjang kalian berpegang
padanya maka tak akan sesat selamanya, ialah kitab Allah dan sunnah Nabi-Nya.
Di
masa hidup Rasulullah SAW menerima risalah Rasulullah SAW tersebut relatif mudah,
tidak sulit sesulit pada masa setelah wafatnya, apalagi setelah inqiradh para
sahabatnya. Di masa Rasulullah SAW masih hidup di dunia, bagi yang ingin
menerima risalahnya hanya tinggal bertanya kepadanya dan mengikuti langsung
apa-apa yang dikatakan, dikerjakan dan direstuinya.
Sedangkan
pada masa setelah wafat beliau SAW terutama setelah inqiradh para sahabatnya
apalagi dalam masalah baru seiring dengan perkembangan zaman, kesulitan
menerima risalah itu amat terasa sulit sekali, sehingga para penerimanya
memerlukan kecermatan yang kuat dalam memahami al-quran dan as-sunnah,
berijtihad dan beristinbath yang akurat menurut metoda yang dapat
dipertanggungjawabkan keabsahannya menurut ukuran prinsip-prinsip risalah
Rasulullah SAW itu sendiri dengan logika yang benar, berbekal perbendaharaan
ilmu yang cukup jumlah dan jenisnya, berlandaskan mental (akhlaq) dan niat
semata-mata mencari kebenaran yang diridhai Allah SWT.
Hal
semacam itu diperlukan karena keadaan kalam Allah SWT dan kalam Rasulillah SAW
itu adalah kalam yang balaghah sesuai dengan muqtadhal hal dan muqtadhal maqam,
keadaan lafadz-lafadznya beraneka ragam, ada lafadz nash, ada lafadz dlahir,
ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada
yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah
selain lafadz hakikat. ada pula nasikh dan mansukh dan lain sebagainya.
Oleh
karena itu bagi setiap sang penerima risalah Rasulullah SAW pada masa setelah
wafat beliau SAW dan setelah inqiradh para sahabatnya RA memerlukan :
a.
Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-quran dan
as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah SAW dalam bahasa arab
yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam,
mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya
bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa
arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
b.
Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin
menggali hukum secara baik dan benar dari al-quran dan as-sunnah padahal tidak
menguasai sifat lafad-lafad dalam al-quran dan as-sunnah itu yang beraneka
ragam seperti yang telah dikatakan tadi yang masing-masing mempengaruhi
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
c.
Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam
masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
d.
Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab
al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-quran maupun
dalam as-sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para
rawi as-sunnah.
e.
Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali
hukum dari al-quran dan as-sunnah.
Bagi
yang tidak memiliki kemampuan, syarat dan sarana untuk menggali hukum-hukum
dari al-quran dan as-sunnah dalam masalah-masalah ijtihadiyah padahal dia ingin
menerima risalah Rasulullah SAW secara utuh dan kaffah, maka tidak ada jalan
lain kecuali taqlid kepada mujtahid yang dapat dipertanggungjawabkan
kemampuannya. Diantara para mujtahid yang madzhabnya mudawwan adalah empat imam
mujtahid, yaitu:
- Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit;
- Imam Malik bin Anas;
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ; dan
- Imam Ahmad bin Hanbal.
- Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit;
- Imam Malik bin Anas;
- Imam Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i ; dan
- Imam Ahmad bin Hanbal.
Mengharamkan
taqlid dan mewajibkan ijtihad atau ittiba’ dalam arti mengikuti pendapat orang
disertai mengetahui dalil-dalilnya terhadap orang awam (yang bukan ahli
istidlal) adalah fatwa sesat dan menyesatkan yang akan merusak sendi-sendi
kehidupan di dunia ini. Memajukan dalil fatwa terhadap orang awam sama saja
dengan tidak memajukannya. (lihat Hasyiyah ad-Dimyathi ‘ala syarh al-
Waraqat hal 23 pada baris ke-12).
Apabila
si awam menerima fatwa orang yang mengemukakan dalilnya maka dia sama saja
dengan si awam yang menerima fatwa orang yang tidak disertai dalil yang
dikemukakan. Dalam artian mereka sama-sama muqallid, sama-sama taqlid dan
memerima pendapat orang tanpa mengetahui dalilnya.
Yang
disebut muttabi’ “bukan muqallid” dalam istilah ushuliyyin adalah seorang ahli
istidlal (mujtahid) yang menerima pendapat orang lain karena dia selaku ahli
istidlal dengan segala kemampuannya mengetahui dalil pendapat orang itu. Adapun
orang yang menerima pendapat orang lain tentang suatu fatwa dengan mendengar
atau membaca dalil pendapat tersebut padahal sang penerima itu bukan atau belum
termasuk ahli istidlal maka dia tidak termasuk muttabi’ yang telah terbebas
dari ikatan taqlid. Pendek kata arti ittiba’ yang sebenarnya dalam istilah
ushuliyyin adalah ijtihad seorang mujtahid mengikuti ijtihad mujtahid yang
lain.
Khusus
di bidang al-‘aqaid ad-diniyyah dari kalangan ahli al-kalam ahli an-nadzri
al-‘aqli wa shana’at al-fikriyah (ahli logika), yang disebut ahlussunnah
waljama’ah itu adalah para pengikut al-Imam Abul Hasan al-Asy’ari dan para
pengikut al-Imam Abu Mansur al-Maaturiidi.
Dikatakan
oleh al-‘allamah as-sayyid Muhamad bin Muhammad al-Husaini Az-Zabiidi (wafat
tahun 1205 H) begini :
اذا اطلق اهل السنة
والجماعة فالمراد بهم الاشاعرة والماتريدية
Artinya
: tatkala disebutkan nama Ahlussunnah waljama’ah, maka maksudnya adalah
para pengikut al-imam Al-Asy’ari dan para pengikut al-imam Al-Maaturiidi. (Ittihaaf
as-saadah al-muttaqiin, jilid II hal. 8). Wallohu a’lam *** (Iqbal1).
Tinggalkan
sebuah Komentar » | Ilmu Tauhid / Tauhid,
Komunitas, Wacana | Ditandai: ahlussunnah | Permalink
Bulan
muharam adalah salah satu dari bulan-bulan
yang dimulyakan Alloh SWT. Sebagaimana termaktub dalam Al-Quran :
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ
عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْراً فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ
السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ
فَلا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا
يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ : التوبة
: 36
Sesungguhnya
bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.
وقد قال النبي –صلى الله عليه وسلم-: ( السنة اثنا
عشر شهراً منها أربعة حرم ، ثلاث متواليات : ذو القعدة ، وذو الحجة ، والمحرم ،
ورجب مضر الذي بين جمادى وشعبان ) رواه البخاري (4662)، ومسلم (1679) من حديث أبي
بكرة – رضي الله عنه-.
Bersabda
Baginda Rosul SAW: “Dalam satu tahun terdapat 12 bulan, ada 4 bulan yang
dimuliakan, tiga bulan di antaranya berurutan yaitu; Dzul Qo’dah, Dhu’l-Hijjah,
serta Muharram. Dan Rajab yang ada di antara Jumada dan Sya’ban (Bukhari: 4662
dan Muslim 1679).
Bulan
yang satu ini dinamakan Muharam (diharamkan) karena Alloh melarang adanya
peperangan (Abi Syuja’, Al-Iqna’ (1): 150). Ulama lain berpendapat (dalam
penamaan Muharam) bahwa di bulan ini Iblis La’natulloh diharamkan memasuki
surga (I’anah Ath-Tholibin).
Penting
untuk diketahui bahwa para ulama dalam menentukan kemuliaan dan
disyari’atkannya berpuasa di bulan Muharam ini berdasar pada Quran, Hadits, dan
Ijma’. Imam Ibnu al-‘Arobi dalam menafsirkan surat al-Fajr: 2, lafadz (وَلَيَالٍ
عَشْر), menerangkan bahwa yang dimaksud redaksi ayat tersebut adalah hari
ke sepuluh di bulan Muharam (dalam tafsir ath-Thobari). Dikatakan pula oleh
ulama lain, bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah 10 hari terakhir bulan
Ramadhan, bahkan ada pula yang berpendapat 10 hari yang disempurnakan Alloh
untuk Nabi Musa AS dalam miqatnya kala ia bermunajat.
Sebagaimana
telah dimaklumi bersama bahwa di bulan yang mulia ini, dianjurkan bagi kaum
muslim berpuasa. Hukum syari’at ini hadir karena hadits Nabi SAW yang diriwayatkan
Imam Abi Hurairah RA :
أفضل الصيام بعد رمضان شهر الله المحرم ; رواه
مسلم ; 1163
“Ibadah
puasa yang paling utama setelah Ramadhan adalah puasa di bulan Muharam (Imam
Muslim: 1163).
Pun,
terdapat hari yang mulia di dalam bulan ini. Asyura, tanggal ke-10 bulan
Muharam. Abdullah bin al-‘Abbas meriwayatkan hadits; “Kala itu hari ‘Asyura (10
Muharam), Baginda Rasul SAW tengah berpuasa, dan beliau memerintahkan kami juga
berpuasa. Kami bertanya: “Ya Rasul, bukankah hari ini adalah hari yang diagung-agungkan
kaum Yahudi dan Nasrani?”. Lantas beliau SAW menjawab: “Jika saja tahun yang
baru akan datang. Insya Allah, aku akan berpuasa dari hari yang ke 9”. Tahun
baru belum kunjung datang kembali, Allah berkehendak terlebih dahulu memanggil
Baginda Rasul” (Fathul Bari (4): 770).
Anjuran
puasa di hari asyura diperkuat (menjadi sunnah muakkad) kembali oleh hadits
Nabi SAW yang lain. Sabda Imam Bukhari: “Aku belum pernah melihat Rasul SAW
melaksanakan puasa sehari yang ia unggulkan dari hari-hari lain, kecuali hari
Asyura dan bulan ini (Ramadhan)” (Imam Bukhari (2006), Imam Muslim (1132).
Adapun
puasa ‘arofah (9 dzulhijjah) mengkifarati (dosa) untuk dua tahun (satu tahun ke
belakang dan satu tahun ke depan), sementara puasa ‘asyuro mengkifarati untuk
satu tahun kebelakang saja, itu karena puasa ‘arofah adalah hari Nabi kita
Muhammad SAW., sementara puasa ‘asyuro adalah hari para Nabi AS. selain Nabi
Muhammad SAW. Dimana Nabi kita Muhammad SAW. adalah afdlolul anbiya, (dengan
keunggulan itu) maka harinya (‘arofah) sebanding untuk dua tahun. (dan juga
kenapa puasa ‘arofah punya nilai lebih daripada puasa ‘asyuro yang notabene
puasa ‘asyuro memiliki beberapa kelebihan menyangkut kisah para Nabi) karena
kelebihan (pada diri para Nabi) tidak menuntut (berimplikasi) kepada kefadlihan
(yang bisa mengalahkan kefadlihan Nabi Muhammad SAW) (I’anah ath-Tholibin (2):
268).
Dihikayatkan,
bahwa tatkala perahu Nabi Nuh AS. sudah berlabuh (siap digunakan) pada hari
Asyuro, beliau berkata kepada kaumnya: “kumpulkanlah semua perbekalan yang ada
pada diri kalian!”. Lalu beliau menghampiri (mereka) dan berkata: “(ambillah)
kacang fuul (semacam kedelai) ini sekepal, dan ‘adas
(biji-bijian) ini sekepal, dan ini dengan beras, dan ini dengan gandum dan ini
dengan jelai (sejenis tumbuhan yg bijinya/buahnya keras dibuat tasbih)”.
Kemudian Nabi Nuh berkata: “Pasaklah semua itu oleh kalian!, niscaya kalian
akan senang dalam keadaan selamat”. Dari peristiwa ini maka kaum muslimin
(terbiasa) memasak biji-bijian. Dan kejadian di atas merupakan praktik memasak
yang pertama kali terjadi di atas muka bumi setelah kejadian topan. Dan juga
peristiwa itu dijadikan (inspirasi) sebagai kebiasan setiap hari Asyuro.
وللحافظ ابْن حجر شعر من الرجزفِي الْحُبُوب
الَّتِي طبخها نوح عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَام فِي يَوْم عَاشُورَاء سبع تهترس
* بر شعير ثمَّ ماش وعدس وحمص ولوبيا والفول * هَذَا هُوَ الصيح وَالْمَنْقُول
Diambil
dari sebagian Afadlil , bahwa amal-amal pada hari ‘asyuro ada dua belas macam
amal :
- Sholat, dan yang paling utama adalah sholat tasbih
- Puasa
- Sodaqoh
- Memberi keleluasaan kepada keluarga (seperti dengan memberi nafkah lebih dari hari-hari biasanya)
- Mandi
- Mengunjungi orang ‘alim yang solih
- Menengok orang sakit
- Mengusap kepala anak yatim
- Bercelak
- Memotong kuku
- Membaca QS. Al ikhlash 1000 kali
- Silaturahim
Imamul
muhadditsin Ibnu Hajar Al-‘Asqolany dalam syarah Al bukhory mengatakan : “(ada)
beberapa kalimat (dzikir) yang barang siapa membacanya pada hari ‘Asyuro, maka
hatinya tidak akan mati”. Kalimat tersebut :
سُبْحَانَ الله ملْء الْمِيزَان ومنتهى الْعلم
ومبلغ الرِّضَا وزنة الْعَرْش
1.
SUBHAANALLOH MIL-AL MIIZAANI WA MUNTAHAL ‘ILMI WA MABLAGHOR RIDLOO WA ZINATAL
‘ARSYI.
Maha
suci Alloh dengan sepenuh timbangan dan (sampai) dengan puncak ilmu dan
(sampai) dengan batas akhir ridlo dan dengan beratnya ‘arasy.
وَالْحَمْد لله ملْء الْمِيزَان ومنتهى الْعلم
ومبلغ الرِّضَا وزنة الْعَرْش
2.
WALHAMDULILLAH MIL-AL MIIZAANI WA MUNTAHAL ‘ILMI WA MABLAGHOR RIDLOO WA ZINATAL
‘ARSYI.
Dan
Segala puji bagi Alloh dengan sepenuh timbangan dan (sampai) dengan puncak ilmu
dan (sampai) dengan batas akhir ridlo dan dengan beratnya ‘arasy.
وَالله أكبر ملْء الْمِيزَان ومنتهى الْعلم ومبلغ
الرِّضَا وزنة الْعَرْش
3.
WALLOHU AKBAR MIL-AL MIIZAANI WA MUNTAHAL ‘ILMI WA MABLAGHOR RIDLOO WA ZINATAL
‘ARSYI.
Dan
Maha besar Alloh dengan sepenuh timbangan dan (sampai) dengan puncak ilmu dan
(sampai) dengan batas akhir ridlo dan dengan beratnya ‘arasy.
لَا ملْجأ وَلَا منجا من الله إِلَّا إِلَيْهِ
4.
LAA MALJA-A WALAA MANJAA MINALLOH ILLAA ILAIHI.
Tidak
ada perlindungan dan tidak ada keselamatan dari Alloh kecuali kepadanya.
سُبْحَانَ الله عدد الشفع وَالْوتر وَعدد كَلِمَات
الله التامات كلهَا
5.
SUBHAANALLOH ‘ADADASY SYAF’I WAL WATRI WA ‘ADADA KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI
KULLIHAA
Maha
suci Alloh dengan (sebanyak) bilangan genap dan ganjil dan dengan (sebanyak)
bilangan kalimat-kalimat Alloh yang semuanya sempurna.
وَالْحَمْد لله عدد الشفع وَالْوتر وَعدد كَلِمَات
الله التامات كلهَا
6.
WALHAMDULILLAH ‘ADADASY SYAF’I WAL WATRI WA ‘ADADA KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI
KULLIHAA
Dan
Segala puji bagi Alloh dengan (sebanyak) bilangan genap dan ganjil dan dengan
(sebanyak) bilangan kalimat-kalimat Alloh yang semuanya sempurna.
وَالله أكبر عدد الشفع وَالْوتر وَعدد كَلِمَات
الله التامات كلهَا
7.
WALLOHU AKBAR ‘ADADASY SYAF’I WAL WATRI WA ‘ADADA KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI
KULLIHAA
Dan
Maha besar Alloh dengan (sebanyak) bilangan genap dan ganjil dan dengan
(sebanyak) bilangan kalimat-kalimat Alloh yang semuanya sempurna.
أَسأَلك السَّلامَة بِرَحْمَتك يَا أرْحم
الرَّاحِمِينَ وَلَا حول وَلَا قُوَّة إِلَّا بِاللَّه الْعلي الْعَظِيم
8.
AS-ALUKAS SALAAMATA BIROHMATIKA YAA ARHAMAR ROOHIMIIN WALAA HAULA WALAA QUWWATA
ILLAA BILLAHIL ‘ALIYYIL ‘AZHIIM
Aku
memohon keselamatan kepadamu dengan rohmatmu, wahai dzat yang pengasih diantara
para pengasih!, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali oleh Alloh yang maha
tinggi dan agung.
وَصلى الله على سيدنَا مُحَمَّد وعَلى آله وَصَحبه
أَجْمَعِينَ وَالْحَمْد لله رب الْعَالمين
9.
WASHOLLALLOHU ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMADIN WA ‘ALAA AALIHI WA SHOHBIHII AJMA’IIN
WALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIIN
وَنقل سَيِّدي عَليّ الأَجْهُورِيّ أَن من قَالَ
يَوْم عَاشُورَاء سبعين مرّة حسبي الله وَنعم الْوَكِيل نعم الْمولى وَنعم النصير
كَفاهُ الله تَعَالَى شَرّ ذَلِك الْعَام
Sayyid
‘Aly Al-Ajhuri menuqil, bahwa orang yang membaca “HASBIYALLOHU WANI’MAL WAKIIL
NI’MAL MAULAA WANI’MAN NASHIIR” sebanyak 70 kali pada hari ‘asyuro, maka Alloh
akan mencegah darinya kejelekan yang ada pada tahun itu. (Nihayah
az-Zain: 195-197 pasal saum tathowu’ dan Ihya Ulumuddin, jilid 2).
Para
ulama mengatakan bahwa hari asyuro memiliki beberapa kelebihan dibanding dengan
hari-hari yang lain, yaitu :
- Diciptakannya Nabi Adam AS di dalam surga
- Diterimanya taubat Nabi Adama AS di dalam surge
- Naik dan sejajarnya perahu Nabi Nuh AS dengan bukit Juudy
- Terbelahnya laut untuk Nabi Musa AS
- Tenggelamnya Fir’aun di dasar laut
- Dikeluarkannya Nabi Yunus AS dari peruta ikan
- Dikeluarkannya Nabi Yusuf AS dari sumur
- Diterimanya taubat umat Nabi Yunus AS
- Dilahirkannya Nabi Ibrohim AS
- Selamatnya Nabi Ibrohim AS dari api
- Dilahirkannya Nabi Isa AS
- Diangkatnya Nabi Isa AS ke langit
- Dikembalikannya penglihatan Nabi Ya’qub AS
- Dibuka (dihilangkan) nya madlorot yang mendera Nabi Ayyub AS
- Diampuninya Nabi Dawud AS
Dan
yang ke tiga adalah puasa hari -Tasu’a-, yaitu hari ke Sembilan dari bulan
Muharam. Sebagaimana telah disinggung pada awal keterangan.
Mudah-mudahan
bermanfaat, Jaazakumullohh. Wallohu a’lam *** (Iqbal1).
(Lanjutan,
sebelumnya klik ini) ; Nabi Isa
Alaihissalam Adalah Rasul Allah. Tuhan menyatakan ini dalam firman-Nya :
بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لَا
تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ وَلَا تَقُولُوا
عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ إِنَّمَا
الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ
رَسُولُ اللَّهِ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى
مَرْيَمَ وَرُوحٌ مِنْهُ
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَلَا تَقُولُوا
ثَلَاثَةٌ انْتَهُوا
خَيْرًا لَكُم إِنَّمَا اللَّهُ إِلَهٌ
وَاحِدٌ سُبْحَانَهُ أَنْ يَكُونَ
لَهُ وَلَدٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي
الْأَرْضِ
وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلًا
Artinya
: “Hai orang2 keturunan Kitab !, janganlah kamu melampaui batas dalam agama dan
janganlah kamu bicara tentang Tuhan melainkan yang benar. Sesungguhnya Al-masih
Isa anak Maryam Rasul Alloh dan kalimah Alloh, disampaikan kepada Maryam, dan
dengan (tiupan) ruh daripada-Nya. Maka imanlah kamu kepada Alloh dan rasul-Nya,
dan janganlah kamu katakana : Tuhan itu tiga. Berhentilah, itu yang lebih baik
bagimu. Tuhan itu hanyalah Tuhan yang satu, Maha Suci Tuhan dari mempunyai
anak. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Cukuplah Tuhan untuk
pelindung”. (An-nisa : 171).
Dan
dalam firman yang lain diterangkan, bahwa Tuhan tidak mempunyai anak dan tidak
pula diperanakan/dilahirkan oleh ibu bapk. Tuhan berfirman :
قُلْ هُوَاللَّهُ أَحَد - اللَّهُ
الصَّمَدُ - لَم ْيَلِدْ وَلَم ْيُولَد
. وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوً َأَ أَحَدٌ
Artinya
: “Katakanlah (Hai Muhammad) !, Tuhan itu esa, Tuhan itu tempat meminta, Ia
tidak beranak dan tidak pula diperanakan (dilahirkan oleh ibu bapak), dan tidak
ada seorangpun yang setara dengan Dia”. (Al-ikhlash : 1-4).
Adapun
tentang kerasulan Nabi Isa Alaihissalam ditegaskan oleh Tuhan di dalam banyak
ayat di dalam Al-qur’an. Diantaranya :
وَإِذْ أَخَذْنَا مِنَ النَّبِيِّينَ مِيثَاقَهُمْ
وَمِنْكَ وَمِنْ نُوحٍ وَإِبْرَاهِيمَ
وَمُوسَى وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ
وَأَخَذْنَا مِنْهُمْ مِيثَاقًا غَلِيظًا
Artinya
: “Dan ingatlah ketika Kami mengambil perjanjian dari Nabi-nabi, dan juga dari
engkau (Hai Muhammad), dari Nuh, dari Ibrahim, dari Musa, dari Isa bin Maryam,
dan Kami ambil dari mereka perjanjian yang sungguh-sungguh”. (Al-ahzab : 7).
Jadi
Nabi Isa bin Maryam, menurut ayat ini adalah Nabi, sama derajatnya dengan Nabi
Muhammad SAW, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa Alaihimussalam. Itulah lima
orang Nabi yang diberi nama rasul “Ulul Azmi” (Rasul2 yang teguh), sebagai yang
diterangkan oleh Tuhan dalam firman-Nya :
فَاصْبِرْ كَمَا صَبَرَ أُولُو الْعَزْمِ مِنَ
الرُّسُلِ
Artinya
: “Maka sabarlah engkau (tahanlah dalam percobaan) sebagaimana ketahanan rasul2
ulul azmi”. (Al-ahqaf : 35).
Tegasnya
: Nabi Isa Alaihissalam adalah
seorang Nabi/Rasul (Utusan Alloh) yang sama dengan Rasul2 yang lain. Beliau
Abdi Alloh (Abdulloh). Beliau bukan anak Alloh, karena Alloh tidak mempunyai
anak. Apalagi Tuhan. Beliau bukan Tuhan, karena tidak ada sesuatupun yang
menyerupai Tuhan. Inilah kepercayaan ummat Islam. Wallohu ‘alam ***. (Iqbal1)
Ummat
Islam di seluruh dunia, khususnya di
Indonesia selamanya meng-I’tiqadkan bahwa Nabi Isa Alaihissalam adalah seorang
Nabi yang mulia dan salah seorang dari Nabi-nabi yang 25 yang tersebut namanya
di dalam Al-Qur’an. Nabi Isa lahir luar biasa, yakni berlainan dari kebiasaan
manusia. Hanya ditiupkan saja oleh Tuhan ke dalam kandungan ibu beliau, dan
lantas lahir kedunia tanpa bapak.
Di
dalam kalangan Islam ini tidak ganjil, karena Nabi Adam alaihissalam lahir ke
dunia tanpa bapak dan tanpa ibu, sedang Nabi Isa lahir hanya tanpa bapak saja,
sedang ibunya ada. Mengadakan Adam menurut akal biasa, lebih sulit dari
mengadakan Isa. Tetapi Nabi Adam toh bisa ada dan sudah ada sebagai bapak
manusia keseluruhannya.
Isa
alaihissalam diangkat menjadi Nabi dan Rasul oleh Tuhan. Beliau dibekali dengan
kitab injil oleh Tuhan dan dengan beberapa mu’jizat. Umpamanya beliau bisa
menghidupkan orang yang sudah mati, dengan izin Tuhan. Pada akhir masa beliau,
beliau dikejar-kejar oleh orang kafir, beliau hendak dibunuh, tetapi Tuhan Yang
Maha Kuasa membebaskan beliau dari bahaya pembunuhan itu dan mengangkat beliau
kepada-Nya. Menurut kepercayaan ummat Islam, Nabi Isa tidak wafat, tidak mati
meninggal dunia menurut pengertian biasa.
Karena
itu adalah satu kesalahan besar -dari sisi akidah- kalau dikatakan
: “hari ini semua sekolah libur menghormati wafatnya Nabi Isa”. Ini
bertentangan dengan kepercayaan ummat Islam, tetapi sesuai dengan kepercayaan
orang Nashara, orang Kristen. Kalau terjadi pertentangan paham antara orang
Islam dengan orang Kristen itu lumrah, biasa saja karena agamanya berlainan.
Tetapi
sayang seribu kali sayang, dalam waktu yang akhir-akhir ini muncul seorang yang
dikatakan Ulama Islam dari Kairo (Mesir) namanya Mahmud Syaltut yang berfatwa
bahwa Nabi Isa itu benar-benar sudah wafat, sudah mati. Fatwa ini sama dengan
fatwa ummat Kristen, yaitu meninggal disalib. Hal ini sangat menggoncangkan
ummat Islam. Menjadi anomali dan seolah-olah aqidah yang benar demikian.
Setidaknya dalam catatan saya. Lantas bagaimanakah Nabi Isa tersebut. (Catatan
: Posting terdahulu, Klik) :
Nabi
Isa Manusia Luar Biasa
Tuhan
menyatakan ini dalam Al-Qur’an, bahwa pada suatu waktu datang Malaikat kepada
Siti Maryam mengabarkan bahwa ia akan dikaruniai seorang anak.
Firman-Nya
(Audzubillaahi minasy-syaithoo-nirrojiem) :
إِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ
اللَّهَ يُبَشِّرُكِ بِكَلِمَةٍ مِنْهُ
اسْمُهُ الْمَسِيحُ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ
وَجِيهًا
فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمِنَ
الْمُقَرَّبِينَ - 45
Artinya
: “Pada ketika Malaikat berkata ; Hai Maryam !, sesungguhnya Tuhan menyampaikan
berita gembira kepadamu dengan “kalimah” dari Tuhan, namanya Al-Masih Isa anak
Maryam, orang besar di dunia dan di akherat, dan termasuk orang-orang yang
dekat kepada Tuhan”. (Ali Imran : 45).
Menurut
tafsir Khozien bahwa Malaikat yang datang membawa kabar ini adalah Malaikat
Jibril Alaihissalam (Khazien ; Juz 1 ; Hal. 292). Dan ada ahli-ahli tafsir
mengartikan “kalimah” itu dengan “kalimah Alloh”. Nabi Isa itu adalah “kalimah
Alloh, yang berarti “jadikan”, lalu jadilah. Tetapi kedua tafsir ini pada
hakekatnya sama, karena kejadian Isa dengan cara begitu adalah “kabar suka”
bagi Maryam, karena beliau akan melahirkan seorang Nabi dan Rosul yang pilihan.
Tegasnya
arti ayat ini adalah, bahwa Malaikat Jibril datang kepada Siti Maryam membawa
kabar suka, yaitu mengabarkan bahwa ia akan diberi seorang anak laki-laki yang
akan diberi nama Isa bin Maryam.
Perkataan
Isa bin Maryam ditegaskan oleh Tuhan agar jangan sampai orang mengatakan bahwa
Isa itu anak Tuhan, atau jangan sampai ada orang mengatakan bahwa Isa itu anak
seorang laki-laki lain dengan jalan tidak halal. Tuhan tegas dalam soal ini.
Isa itu anak Maryam !.
Maka
setelah Siti Maryam mendengar kabar suka ini, lantas beliau menyatakan
keheranannya kepada Tuhan begini :
قَالَتْ رَبِّ أَنَّى يَكُونُ
لِي وَلَدٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ
Artinya
: “Berkata Maryam ; Wahai Tuhanku !, Bagaimana saya bisa melahirkan anak,
sedang saya belum pernah disentuh laki-laki ?”. (Ali Imran : 47).
Dalam
ayat ini Siti Maryam menyatakan keheranannya, bagaimana ia bisa melahirkan anak
sedang ia belum kawin. Bukan saja belum kawin, tetapi lebih tegas lagi belum
pernah disentuh manusia, walaupun suami yang tidak halal.
Jibril
menjawab kepada Siti Maryam :
قَالَ كَذَلِكِ اللَّهُ
يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ إِذَا قَضَى
47 - أَمْرًا فَإِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ
فَيَكُونُ
Artinya
: “Ya, begitulah keadaannya, Tuhan memperbuat apa yang dikehendaki-Nya. Apabila
Tuhan hendak mengadakan sesuatu maka Tuhan hanya mengatakan “Kun” (Jadilah),
lalu jadi (yang dikehendaki-Nya itu)”. (Ali Imran : 47).
Pada
waktu itu juga dikabarkan kepada Siti Maryam :
48 – وَيُعَلِّمُهُ الْكِتَابَ
وَالْحِكْمَةَ وَالتَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ
49
- وَرَسُولًا إِلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
Artinya
: “Dan Tuhan akan mengajarkan Kitab kepadanya, dan Hikmah, dan Taurat dan Injil
; dan akan diangkat menjadi Rosul kepada Bani Israil”. (Ali Imran : 48-49).
Nah
begitu kisahnya pertamanya. Nabi Isa AS dilahirkan tanpa bapak, dan kemudian
diangkat menjadi Rosul untuk Bani Israil. Nabi Isa Alaihissalam adalah manusia
luar biasa dengan syahadah dan pengakuan di dalam Al-Qur’an sendiri. Wallohu
“alam. *** (Iqbal1) -Insya Alloh Bersambung-
Referensi
: Syaikhonie Almaghfirlahu KHR. Ahmad Djawari, mantan Rois Syuriyah PW NU Jawa
Barat. Alumni Mut’allimien Makkatul Mukarromah. Pendiri Pesantren An-nadjah.
KH.
Sirodjuddin Abbas (Alm.) ; 40 Masalah Agama ; Jilid 1, hal. 324-326.
Pembahasan tentang Isa Al-Masih AS mendapat perhatian luas, karena ia
menyangkut dua agama yang besar penganutnya di seluruh dunia, yaitu agama Islam
dan Kristen. Ada beberapa perbedaan pokok pandangan diantara kedua agama ini
menyangkut keberadaan Isa Al-Masih AS. bagi agama Islam, secara tegas bahwa
sumber keyakinan mengenai Nabi Isa AS adalah Al-Qur an Al-Karim dan bagi agama
Kristen mendasarkan keyakinannya atas keterangan dari perjanjian lama dan
perjanjian baru.
Bagaimana
tentang Isa Al-Masih AS itu menurut sumber informasi yang bersumber dari Al-Qur
an dan diyakini umat Islam, menurut sebagian besar umat Islam di dunia bahwa
Nabi Isa Al-Masih AS, belum meninggal sampai sekarang, tapi beliau diangkat
oleh Allah SWT. Sebagaimana disebutkan dalam al-Qur an :
………. اِذْ قَالَ اللهُ يَعِيْسى اِنِّيْ مُتَوَفِّيْكَ وَ رَافِعُكَ
Artinya
: Perhatikanlah ! Allah berfirman ” Wahai Isa, Aku akan mengambil engkau dan
mengangkat engkau kepadaku dan mengangkat engkau dari kepalsuan orang kafir…….
“
Rasulullah
SAW bersabda : “Bahwa sesungguhnya Nabi Isa AS belum meninggal. Dan
beliau akan kembali kepadamu sebelum hari kiamat”.
Ini
penting kejelasan secara tepat, karena masalah ini berkaitan secara
langsung dengan penjelasan yang ditegaskan dalam al Qur’an serta hadis Nabi
SAW. Dan persoalannya selalu bersentuhan dengan keyakinan lain yang bersumber
bukan dari kitab – kitab dan ajaran Islam.
Dalam al-qur an di sebutkan :
اِذْ قَالَ اللهُ يَعِيْسى اِنِّيْ مُتَوَفِّيْكَ وَ رَافِعُكَ اِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ
مِنَ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنُ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيْنَ
كَفَرُوْا اِلَى يَوْمِ
الْقِيمَةِ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ
فَاَحْكُمُ بَيْنَكُمْ
فِيْمَا كُنْتُمْ تَخْتَلِفُوْنَ
Terjemah
: (Ingatlah), ketika Allah berfirman ; `Hai Isa, sesungguhnya Aku akan
menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta
membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang
mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian
hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal
yang selalu kamu berselisih padanya`. (Al-imron ayat 55).
Di
dalam ayat ini “Mutawaffika Wa Rafiuka” (mewafatkan dan
mengangkat), seakan Nabi Isa AS ini diwafatkan dulu kemudian
diangkat. Oleh karena itu di dalam Tafsir al-Qur’an, khususnya di dalam kitab
Tafsir ibnu Katsir, di sana ada beberapa pendapat ulama mengenai masalah ini,
yang penting untuk dicermati.
Pendapat & Penafsiran
Argumentasi
pertama : Dari Imam Qatadah
mengatakan bahwa pada ayat 55 dalam surat Ali Imran, kata-kata Mutawaffika,
Wa Rafiuka, karena disitu ada kata Wa (dan) itu dikatakan
dalam bahasa arab Mutlakul jam’i, mutlak yang penting sama-sama.
Misalnya : Ali dan Amir pergi ke pasar. Itu bisa Ali lebih dulu atau Amir lebih
dulu, atau bisa sama-sama. Dilihat dari struktur fashehat atau bilaghahnya,
penggalan kata2 itu merupakan struktur yang didahulukan dan dikemudiankan. Asal
penggalan itu ialah “Innie raafiuka Wa Mutawaffika’ (Sesungguhnya Aku
akan mengangkatmu kepada-Ku, kemudian mewafatkanmu). Maka
menurut Imam Qatadah pengertiannya ayat di atas itu, karena lebih dulu
diangkat, maka baru nanti meninggal sebelum hari kiamat.
Argumentasi
Ke dua : dari Ali bin Thalhah, dari Imam
Ibnu Abbas, beliau berpendapat bahwa pengertian “Mutawaffika” itu
memang mati, bimakna mumituka, dengan arti mematikanmu. Imam Muhammad
bin Ishak berpendapat bahwa Nabi Isa meninggal dalam tiga jam kemudian di
angkat oleh Allah. Orang-orang Nasrani waktu itu menganggap bahwa Nabi
Isa AS atau yang lebih dikenal dengan Al-Masih Ibnu Maryam telah
meninggal dalam tujuh jam kemudian di hidupkan kembali, makanya dalam tradisi
Kristen ada yang namanya hari besar Kenaikan Isa Al-Masih. Ada yang berpendapat
meninggalnya Nabi Isa itu sampai tiga hari.
Pendapat
lain mengatakan ; “Diwafatkan dari dunia, namun bukan wafat yg berarti mati”.
Ada juga yg berpendapat ; “Mewafatkannya berarti menaikannya”. Mayoritas Ulama
berpendapat bahwa kata “Mutawaffika” bukan meninggal seperti
biasa, karena di dalam al-Qur’an ada kata seperti itu yang artinya tidur. Jadi
kata-kata “Mati” ada juga pengertiannya bukan mati dalam arti lepas nyawa dari
jasad untuk selamanya, tapi “tidur” (lepas-sebentar nyawa dari badan).
Yaitu : tersinyalir dalam ayat yang mengatakan :
وَهُوَ الَّذِيْ يَتَوَفَّكُمْ بِالَّيْلِ وَيَعْلَمُ مَاجَرَحْتُمْ بِالنَّهَارِ ثُمَّ
يَبْعَثُكُمْ فِيْهِ
لِيُقْضَى اَجَلٌ مُسَمَّى ثُمَّ اِلَيْهِ
مَرْجِعُكُمْ ثُمَّ يُنَبِّئُكُمْ
بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ
Terjemah
: “Dan Dialah yang membuat kamu mati / menidurkan kamu di malam hari dan Dia
mengetahui apa yang kamu kerjakan pada siang hari, kemudian Dia membangunkan
kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur (mu) yang telah ditentukan,
kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa
yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. 6:60).
Note
: “Dan Dialah yang membuat kamu mati
(tidur) malam hari dan mengetahui apa yang kamu kerjakan siang hari….. (Al-An’am
60).
Ini
bersesuaian dengan Firman Alloh dalam Surat Az-zumar 42 :
اللَّهُ يَتَوَفَّى الْأَنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا
وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ
فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى
عَلَيْهَا الْمَوْتَ
وَيُرْسِلُ الْأُخْرَى إِلَى أَجَلٍ
مُسَمًّى
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ
يَتَفَكَّرُونَ
Terjemah
: Alloh memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang)
yang belum mati di waktu tidurnya. Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah
Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang
ditentukan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda2 kekuasaan Alloh
bagi kaum yang berfikir. (Q.S. 39 ; 42).
Sehingga
dalam ajaran Islam kalau baru bangun dari tidur di sunnahkan untuk berdo’a
seperti yang senantiasa dicontohkan Rosululoh SAW :
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ
أَحْيَانَا بَعْدَ مَا أَمَاتَنَا وَإِلَيْهِ النُّشُوْرِ
“Segala
puji bagi Allah, yang membangunkan kami setelah ditidurkan-Nya dan kepada-Nya
kami dibangkitkan”. [HR. Al-Bukhari].
Kaum
Ahmadiyah menganggap bahwa Nabi Isa itu mati biasa atau normal.
Untuk
menjelaskan labih lanjut masalah ini, mari kita lihat cerita tentang kejadian
yang menimpa Nabi Isa menurut versi al-Qur an. Di sebutkan dalam al-Qur an
:
وَقَوْلِهِمْ اِنَّا قَتَلْنَاالْمَسِيْحَ عِيْسَى
ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللهِ وَمَا قَتَلُوْهُ
وَمَا صَلَبُوْهُ وَلَكِنْ شُبِّهَ لَهُمْ
وَاِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِيْهِ لَفِيْ
شَكٍّ مِنْهُ مَالَهُمْ مِنْ عِلْمٍ اِلاَّ
اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ يَقِيْنًا
Terjemah :
“ ……dan karena perkataan mereka : kami telah membunuh Isa Al-Masih putera
Maryam. Utusan Allah, padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pulah
menyalibnya “ (An-Nisa-157).
Selanjutnya
An-Nisa’ ayat 158 menentukan : “Tetapi (yang sebenarnya), Allah telah
mengangkat Isa kepada-Nya. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”
بَل رَّفَعَهُ اللّهُ إِلَيْهِ وَكَانَ اللّهُ
عَزِيزًاحَكِيمًا
Quran
Surat An-Nisa’ ayat 157 – 158 tersebut membantah keyakinan orang-orang Yahudi
pada waktu peristiwa penyaliban Yesus tersebut, yang merasa telah berhasil
membunuh Nabi Isa Al Masih Ibnu Maryam Alaihimassalam.
Dengki Orang Yahudi
Orang-orang
yahudi menganggap bahwa mereka merasa bisa membunuh Nabi Isa al-Masih. Pada
waktu itu orang-orang yahudi merasa dengki terhadap Nabi Isa, karena dalam
pendangan mereka, Nabi Isa tidak lebih layak di angkat menjadi Nabi. Mereka
memandang Nabi Isa sebagai orang rendah karena waktu itu orang yang dianggap
mulia adalah orang-orang yang dari kalangan Raja yahudi yang berpusat di
Damaskus. Pendek kata, mereka hasud dan dengki kepada Nabi Isa. Dengki mereka
tak terbendung dan akhirnya mereka mempunyai rencana untuk membunuh Nabi Isa.
Mulanya
mereka melapor kepada Raja di Damaskus, bahwa ada seorang rakyat biasa di
Palestina yang mengaku sebagai untusan Allah untuk mengajar manusia dengan
ajaran yang mengesakan Allah dan berbuat kebajikan. Dalam laporannya mereka
bahkan menyatakan bahwa orang dimaksud memiliki rencana untuk membunuh Raja dan
merubuhkan kerajaan di Damaskus. Sungguh, ini fitnah yang keji dari mulut
orang-orang yahudi.
Mendengar
laporan ini, Raja Damaskus langsung mengirim pasukan untuk menangkap dan
membunuh Nabi Isa. Pasukan tentara pun mengepung rumah Nabi Isa yang sedang
mengajarkan agama Islam kepada murid-muridnya, yaitu yang biasa disebut dengan
Kaum Hawariyin.
Di
situ diceritakan ada dua belas orang murid Nabi Isa setelah melihat orang
yahudi dan orang damaskus akan membunuh Nabi Isa. Nabi Isa mengatakan kepada
murid-muridnya ; “Hai para muridku, siapa diantara kalian yang mau bersama saya
masuk surga” kata Nabi Isa, kemudian ada seorang murid yang paling muda,
namanya Sarjus. Kata Sarjus ; “Saya, ya Rasulullah bersedia bersama Anda”.
Kalau begitu, kamu duduklah di tempt duduk ku, Kata Nabi Isa.
Kebetulan
Sarjus mempunyai wajahnya mirip dengan Nabi Isa AS. Ketika Sarjus akan duduk di
situ, Nabi Isa diangkat oleh Allah SWT dan yang duduk itu adalah Sarjus. Begitu
orang-orang Yahudi dari Damaskus datang menggerebek rumah pengajian Nabi Isa para
tentara masuk dan melihat orang yang duduk di situ menempati tempat duduk Nabi
Isa dan mirip wajahnya dengan Nabi Isa, maka di tangkaplah Sarjus, lalu di
bunuh dg di salib.
Jadi
yang di salib itu bukanlah Nabi Isa AS, menurut tafsir ini. Tapi yang wajahnya
serupa dengan Nabi Isa AS. Dalam al-Qur an di ceritakan bahwa orang-orang
yahudi bangga karena telah mampu membunuh Nabi Isa AS. Mereka mengatakan dengan
penuh kebanggan. Kami telah berhasil membunuh Isa.
وَقَوْلِهِمْ اِنَّا قَتَلْنَاالْمَسِيْحَ عِيْسَى
ابْنَ مَرْيَمَ رَسُوْلَ اللهِ
وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ
Terjemah :
……kami telah membunuh Isa Al-Masih putera Maryam, utusan Allah, padahal mereka
tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya. (An Nisa : 157).
“Rasulullah
itu sudah kami bunuh, kata orang-orang Yahudi. Maka, orang Yahudi banyak
mendapat kutukan dari Allah”. Tetapi di katakana dalam al-Qur an :
وَمَا قَتَلُوْهُ وَمَا صَلَبُوْهُ وَلَكِنْ
شُبِّهَ لَهُمْ
Terjemah
: …..padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak pula menyalibnya, tetapi
demikianlah ditampakkan kepada mereka (yang mereka bunuh adalah) orang yang
diserupakan dengan Isa bagi mereka…… (Surat An-Nisa : 157)
Dan ayat lain juga disebutkan bahwa
:
وَاِنَّ الَّذِيْنَ اخْتَلَفُوْا فِيْهِ لَفِيْ
شَكٍّ مِنْهُ مَالَهُمْ مِنْ عِلْمٍ اِلاَّ
اتِّبَاعَ الظَّنِّ وَمَا قَتَلُوْهُ
يَقِيْنًا
Terjemah
: …. Dan sesungguhnya orang orang yang berselisih pendapat (tentang pembunuhan)
Isa, benar-benar dalam tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai
keyakinan tentang siapa yang di bunuh itu kecuali mengikuti perasangkaan
belaka, mereka tidak pula yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa.
Catatan
kepahaman : Bahwa perselisihan akidah Nasrani
dengan Islam merupakan perselisihan final. Bagi umat Islam, dengan tonggak
sejarah ketika Nabi Muhammad medeklarasikan Piagam Madinah membentuk
Pemerintahan Islam berpusat di Madinah dengan “kontrak sosial” untuk hidup
bersama saling melindungi antara umat Islam, Nasrani dan Yahudi. Jadi, Nabi
Muhammad pada abad ke-7 lebih dulu mempraktikkan “kontrak sosial”. Oleh karena
itu, artikel ini tidak akan diperdebatkan dari sudut keimanan, dengan tetap
saling menghormati.
Demikian,
semoga ada manfaat dan menambah khazanah ke ilmuan kita. Amin ; Wallohu
a’alam *** (Iqbal1).
Referensi
: Syaikhonie KHR. Ahmad Ma’mun Abdul Mu’in (Allohummaghfirlahu), mantan
Musytasyar PWNU Jawa-Barat dan Rois Syuriyah PC NU Kota Bandung / Khodim Ponpes
An-nadjah ; AM. Syahrir Rahman, Dosen Fakultas Agama Islam Universitas
Sunan Giri Surabaya.
Lihat
Juga Muhtasar Ibnu Katsier, Jilid 1, hal 520-523, 834-848. ; Tafsier Marrohu
Labied ‘Ala Tafsier Munir, Jilid 1, hal 100-101, 183-184.
Mukjizat artinya sesuatu yang luar biasa yang tiada kuasa manusia
membuatnya karena hal itu diluar kesanggupannya. Mukjizat ini hanya diberikan
kepada nabi-nabi untuk menguatkan kenabian dan kerasulannya, dan bahwa agama /
risalah yang dibawanya bukanlah bikinannya sendiri tetapi benar-benar dari
Alloh SWT. Mukzijat tidak pernah diberikan kepada selain nabi dan atau Rosul.
Nabi
besar Muhammad SAW telah diberi beberapa mukjizat oleh Alloh SWT, diantaranya
israa’-mi’raj dalam satu malam sebagaimana tersebut dalam surat 17, al-isra ;
ayat 1, dll. Tetapi mukjizat yang terbesar yang diberikan kepada Nabi
Muhammad SAW adalah Al-qur’an.
Al-qur’an
menjadi suatu mukjizat Nabi Muhammad SAW yang dapat disaksikan oleh seluruh
umat manusia sepanjang masa, karena memang beliau diutus oleh Alloh SWT untuk
keselamatan manusia di mana dan di masa apapun mereka berada. Oleh sebab Alloh
SWT menjamin keselamatan Al-qur’an sepanjang masa. Firman Alloh SWT ;
Audzubillaaahi minasy-syaithoonirrojiem :
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ
لَحَافِظُونَ
Artinya
: Sesungguhnya Kamilah (lafal nahnu mentaukidkan atau mengukuhkan makna yang
terdapat di dalam isimnya inna, atau sebagai fashl) yang menurunkan
Adz-Dzikr/Alquran, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya (dari
penggantian, perubahan, penambahan dan pengurangan). -(Q.S : 15 ; 9
)-
Didalam
memberikan definisi kepada Al-qur’an sengaja dicantumkan kata yang mempunyai
mukjizat, karena inilah segi keutamaan al-qur’an dan bedanya dari kitab-kitab
lain yang diturunkan kepada nabi-nabi lainnya.
Mukjizatnya
disitu terletak pada fashahah dan balaghahnya, keindahan susunan dan gaya
bahasanya yang tidak ada tara bandingannya. Mustahil manusia dapat membuat
susunan yang serupa dengan Al-qur’an yang dapat menandinginya. Di dalam
Al-qur’an sendiri terdapat ayat-ayat yang menantang setiap orang : “Kendatipun
berkumpul jin dan manusia untuk membuat yang serupa dengan Al-qur’an, mereka
tidak akan dapat membuatnya, seperti firman Alloh SWT dalam Surat 17 / Al
Israa’ 88 :
قُلْ لَئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنْسُ وَالْجِنُّ
عَلَى أَنْ يَأْتُوا بِمِثْلِ هَذَا الْقُرْآنِ
لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ
بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا
Artinya
: Katakanlah, sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk
membuat/mengatakan yang serupa Al-quran ini ; niscaya mereka tidak akan dapat
membuat yang serupa dengan dia, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi
sebagian yang lain.
Pada
ayat ini Allah SWT menegaskan mukjizat Al-quran dan keutamaannya, bahwa Alquran
itu benar-benar dari Allah dan diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Sebagai
bukti bahwa Alquran itu dari Allah, bukan buatan Muhammad sebagaimana yang
didakwakan oleh orang-orang kafir Mekah dan ahli kitab, Allah SWT memerintahkan
Nabi Muhammad SAW supaya menantang manusia membuat yang seperti Alquran itu.
Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad agar mengatakan kepada mereka yang
mengabaikan dan memandang Al-quran itu bukan wahyu Allah : “Demi Allah,
seandainya seluruh manusia dan jin berkumpul, lalu mereka bermufakat dan
berusaha membuat seperti Alquran itu, baik ditinjau dari segi ketinggian gaya
bahasanya, makna dan pelajaran serta petunjuk-petunjuk yang terdapat di
dalamnya, mereka pasti tidak akan sanggup membuatnya sekalipun di antara mereka
terdapat para ahli bahasa. Para ahli ilmu pengetahuan dan semua mereka itu
dapat saling bantu-membantu dalam membuatnya.
Contohnya
:
- Beberapa pemimpin Quraisy berkumpul untuk merundingkan cara-cara menundukkan Rasululloh SAW. Akhirnya mereka sepakat untuk mengutus Abu Walid, seorang sastrawan Arab yang jarang ada bandingannya, agar ia mengajukan kepada Nabi Muhammad SAW supaya meninggalkan dakwahnya. Setelah Rasululloh SAW mendengar ucapan2 Abu Walid, beliau membacakan kepadanya surat 14, Fushilat dari awal sampai akhir. Abu Walid amat tertarik dan terpesona mendengarkan ayat itu sehingga ia termenung-menung memikirkan keindahan gaya bahasanya, kemudian langsung kembali kepada kaumnya tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Rasululloh SAW. Kaumnya yang telah lama menunggunya dengan gelisah dan tiada sabar lagi, melihat perubahan yang nyata pada mukanya. Segera bertanya : “Apa hasil yang kamu bawa dan mengapa engkau bermuram durja ?”. Abu Walid menjawab : “Aku belum pernah mendengarkan kata-kata yang seindah itu. Itu bukanlah syair, bukan sihir dan bukan pula kata-kata ahli tenung. Sesungguhnya Al-qur’an itu ibarat pohon yang daunnya rindang, akarnya terhujam ke dalam tanah. Susunan kata-katanya manis dan enak didengar. Itu bukanlah kata-kata manusia, ia adalah tingi dan tak ada yang dapat mengatasinya”. Mendengar jawaban ini mereka menuduh Abu Walid telah berkhianat terhadap agama nenek moyangnya, cenderung kepada agama Islam.
- Mengenai reaksi ahli syair dan sastra terhadap tantangan Al-qur’an, mereka bungkam dalam seribu bahasa, tak ada yang berani tampil ke muka, karena memang tidak sanggup dan takut akan mendapat cemoohan dan hinaan. Memang banyak diantara pemimpin2 dan ahli sastra Arab yang mencoba dan meniru Al-qur’an, bahkan kadang-kadang ada yang mendakwahkan dirinya jadi nabi, seperti Musailamah al-kadz-dzab, Thulaihah, Habalah bin Ka’ab, dll. Tetapi mereka itu semuanya menemui kegagalan, bahkan mendapat cemooh dan hinaan dari masyarakat. Sebagai contoh kata2 musailamah al-kadzab ysng dianggapnya dapat menandingi sebagian ayat-ayat Al-qur’an :
أيها الضفدع بنات ضفدعين أعلاك في الماء وأسفلك في
التراب
Artinya
: Hai katak (kodok) anak dari dua katak. Bersihkanlah apa-apa yang akan engkau
bersihkan, bahagian atas engkau di air dan bahagian bawah engkau di tanah.
Seorang
satrawan Arab yang termasyhur, yaitu Al-Jahir telah memberikan penilaiaannya
atas gubahan Musailamah ini dalam bukunya yang bernama “Al-Hayawan” sebagai
berikut : Saya tidak mengerti apakah gerangan yang menggerakkan jiwa Musailamah
menyebut katak (kodok) dan sebagainya itu. Alangkah buruknya gubahan yang
dikatakannya sebagai ayat Alquran yang telah diwahyukan kepada Nabi Muhammad
SAW.
Bagi
sebagian orang dari kita yang umumnya tidak mengetahui dan mendalami bahasa
Arab, amat sulit untuk menemukan di mana letak I’jaznya Al-qur’an, karena mengetahui
ketinggian mutu sesuatu, susunan kata-kata tidak akan dapat difahami, kalau
kita tidak dapat merasakan keindahan bahasa itu sendiri. Oleh sebab itu
cukuplah kalau diketahui bagaimana pengaruh Al-qur’an terhadap
sastrawan-sastrawan penantang Islam dan reaksi mereka terhadap
tantangan-tantangan Al-qur’an sendiri, karena pengakuan musuh-musuh Islam
adalah bukti yang nyata atas kebenaran I’jaznya kitab suci ini.
Al-qur’an
sendirilah salah satu hakiki mukjizat yang jelas dan gamblang dari Alloh SWT
kepada Nabi Muhammad SAW yang berlaku sepanjang zaman. Berfikirlah
cerdas dengan dibawah bimbingan Al-qur’an. Wallohu Subhaana Wa Ta-’alaa bil
A’lam *** (Iqbal1).
Seiring perkembangan zaman,
agama Islam mengalami banyak perkembangan di berbagai bidangnya, mulai dari
muamalah sampai implementasi aqidah. Namun haruslah diyakini bahwa sesungguhnya
nikmat memeluk agama Islam adalah nikmat yang tidak bisa dibandingkan dengan
hal apapun yang ada di dunia ini. Walaupun tidak bisa dianggap sepele dan
dipandang sebelah mata nikmat-nikmat yang Allah berikan yang sangat besar dan
beragam. Apalagi menganggap memeluk Islam menjadi hal lumrah dan biasa-biasa
saja. Islam adalah nikmat yang paling besar diantara semua nikmat.
Islam
yang diutus pula bersamanya Nabi Muhammad SAW yang tiada lain adalah suatu
nikmat pula yang tiada tara. Karena jika dilirik dari ‘alam sebab, beliaulah
yang mendatangkan, mengajak dan menerangkan agama Islam ini (Ali
‘Imran:164). Sehingga manusia tahu mana salah dan jalan menjauhi kesalahan,
serta tahu mana yang benar dan jalan melaksanakan kebenaran.
Keistimewaan
beliau telihat semenjak lahir. Bahkan dalam al-Barjanji dijelaskan, pemilihan
hal-hal tertentu berkaitan dengan beliau bukanlah kebetulan. Misalnya bulan
lahir, hijrah, dan wafatnya pada bulan Rabi’ul Awal (musim bunga). Nama beliau
Muhammad (yang terpuji), ayahnya ‘Abdullah (hamba Allah), ibuya Aminah (yang
memberi rasa aman), kakeknya yang bergelar ‘Abdul Muthalib bernama Syaibah
(sesepuh yang bijak), yang membantu ibunya melahirkan adalah asy-Syifa’ (yang
sehat), serta yang menyusukannya adalah Halimah as-Sa’diyah (yang lapang dada
dan mujur). Makna nama-nama tersebut memiliki kaitan yang erat dengan
kepribadian Nabi Muhammad SAW.
Al-Quran
menyatakan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani mengenal Muhammad SAW lebih
dari anak-anak mereka (al-Baqarah: 146). Bahkan salah seorang penganut agama
Yahudi yang kemudian memeluk Islam, ‘Abdullah bin Salaam pernah berkata, “Kami
lebih kenal dan lebih yakin tentang kenabian Muhammad SAW, daripada pengenalan
kami kepada anak-anak kami. Siapa tahu pasangan kami menyeleweng”.
Akan
tetapi, banyak sekali (khususnya di zaman ini) kontroversi dan fitnah besar
yang menjauhkan dan memalingkan manusia dari nikmat diutusnya Nabi Muhammad
SAW, sehingga terkadang mereka keluar dari agama Islam (jika muslim) dengan
menabrak hukum-hukum Islam yang sudah final dan tidak bisa diutak-atik lagi.
Dan atau keinginan untuk memeluk Islam menjadi lemah atau bahkan tertutup (jika
non-muslim).
Lantas
bagaimana caranya menghindarkan fitnah tersebut? Syekh Sholeh Fauzan bin Fauzan
mewajibkan ummat untuk mengetahui fitnah dan hal-hal yang dikhawatirkan
menggiring ummat jatuh ke jurang kemurtadan itu. Tak ubahnya seperti kewajiban
ummat mengetahui perkara yang membatalkan keislaman. Sehingga mereka ngeuh
dengan fenomena dan peristiwa yang dapat meruntuhkan aqidah.
Muhammad
Syafi’, ulama madzhab Hanafi yang sekaligus menjadi mufti Pakistan menyatakan
juga dalam At Tasyrih bima Tawatara fi Nuzul Al Masih, ”Ketika tidak ada nash
yang menunjukkan adanya kenabian bagi seseorang setelah Rasulullah, maka orang
yang mengaku nabi telah kafir menurut Al Quran, Sunnah mutawatir serta ijma’.
***(Muhammad Istiqlal Pathoni, Khodim Ponpes Khozanaturrohmah).
Distorsi
Kitab Dari Wahabi
Oleh: KH. Idrus Ramli (Dikutip dari solusiummat.org)
Sejak
abad dua belas Hijriah yang lalu, dunia Islam dibuat heboh oleh lahirnya
gerakan baru yang lahir di Najd. Gerakan ini dirintis oleh Muhammad bin Abdul
Wahhab al-Najdi dan populer dengan gerakan Wahabi. Dalam bahasa para ulama
gerakan ini juga dikenal dengan nama fitnah al-wahhabiyah, karena dimana
ada orang-orang yang menjadi pengikut gerakan ini, maka di situ akan terjadi
fitnah. Di sini kita akan membicarakan fitnah Wahabi terhadap kitab-kitab para
ulama dahulu.
Sudah
menjadi rahasia umum bahwa aliran Wahabi berupaya keras untuk menyebarkan
ideologi mereka ke seluruh dunia dengan menggunakan segala macam cara. Di
antaranya dengan mentahrif kitab-kitab ulama terdahulu yang tidak menguntungkan
bagi ajaran Wahhabi. Hal ini mereka lakukan juga tidak lepas dari tradisi
pendahulu mereka, kaum Mujassimah yang memang lihai dalam men-tahrif
kitab.
Pada
masa dahulu ada seorang ulama Mujassimah, yaitu Ibn Baththah al-’Ukbari,
penulis kitab al-Ibanah, sebuah kitab hadits yang menjadi salah satu
rujukan utama akidah Wahabi. Menurut al-Hafizh al-Khathib al-Baghdadi, Ibn
Baththah pernah ketahuan menggosok nama pemilik dan perawi salinan kitab Mu’jam
al-Baghawi, dan diganti dengan namanya sendiri, sehingga terkesan bahwa Ibn
Baththah telah meriwayatkan kitab tersebut. Bahkan al-Hafizh Ibn Asakir juga
bercerita, bahwa ia pernah diperlihatkan oleh gurunya, Abu al-Qasim
al-Samarqandi, sebagian salinan Mu’jam al-Baghawi yang digosok oleh Ibn
Baththah dan diperbaiki dengan diganti namanya sendiri.
Belakangan
Ibn Taimiyah al-Harrani, ideolog pertama aliran Wahabi, seringkali memalsu pendapat
para ulama dalam kitab-kitabnya. Misalnya ia pernah menyatakan dalam kitabnya al-Furqan
Bayna al-Haqq wa al-Bathil, bahwa al-Imam Fakhruddin al-Razi ragu-ragu
terhadap madzhab al-Asy’ari di akhir hayatnya dan lebih condong ke
madzhab Mujassimah, yang diikuti Ibn Taimiyah. Ternyata setelah dilihat
dalam kitab Ijtima’ al-Juyusy al-Islamiyyah, karya Ibn al-Qayyim, murid
Ibn Taimiyah, ia telah men-tahrif pernyataan al-Razi dalam kitabnya Aqsam
al-Ladzdzat.
Tradisi
tahrif ala Wahhabi terhadap kitab-kitab Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang
mereka warisi dari pendahulunya, kaum Mujassimah itu, juga berlangsung hingga
dewasa ini dalam skala yang cukup signifikan. Menurut sebagian ulama, terdapat
sekitar 300 kitab yang isinya telah mengalami tahrif dari tangan-tangan jahil
orang-orang Wahabi.
- Di antaranya adalah kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah karya al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari. Kitab al-Ibanah yang diterbitkan di Saudi Arabia, Beirut dan India disepakati telah mengalami tahrif dari kaum Wahhabi. Hal ini bisa dilihat dengan membandingkan isi kitab al-Ibanah tersebut dengan al-Ibanah edisi terbitan Mesir yang di-tahqiq oleh Fauqiyah Husain Nashr.
- Tafsir Ruh al-Ma’ani karya al-Imam Mahmud al-Alusi juga mengalami nasib yang sama dengan al-Ibanah. Kitab tafsir setebal tiga puluh dua jilid ini telah di-tahrif oleh putra pengarangnya, Syaikh Nu’man al-Alusi yang terpengaruh ajaran Wahabi. Menurut Syaikh Muhammad Nuri al-Daitsuri, seandainya tafsir Ruh al-Ma’ani ini tidak mengalami tahrif, tentu akan menjadi tafsir terbaik di zaman ini.
- Tafsir al-Kasysyaf, karya al-Imam al-Zamakhsyari juga mengalami nasib yang sama. Dalam edisi terbitan Maktabah al-Ubaikan, Riyadh, Wahabi melakukan banyak tahrif terhadap kitab tersebut, antara lain ayat 22 dan 23 Surat al-Qiyamah, yang di-tahrif dan disesuaikan dengan ideologi Wahabi. Sehingga tafsir ini bukan lagi Tafsir al-Zamakhsyari, namun telah berubah menjadi tafsir Wahabi.
- Hasyiyah al-Shawi ‘ala Tafsir al-Jalalain yang populer dengan Tafsir al-Shawi, mengalami nasib serupa. Tafsir al-Shawi yang beredar dewasa ini baik edisi terbitan Dar al-Fikr maupun Dar al-Kutub al-’Ilmiyah juga mengalami tahrif dari tangan-tangan jahil Wahabi, yakni penafsiran al-Shawi terhadap surat al-Baqarah ayat 230 dan surat Fathir ayat 7.
- Kitab al-Mughni karya Ibn Qudamah al-Maqdisi al-Hanbali, kitab fiqih terbaik dalam madzhab Hanbali, juga tidak lepas dari tahrif mereka. Wahabi telah membuang bahasan tentang istighatsah dalam kitab tersebut, karena tidak sejalan dengan ideologi mereka.
- Kitab al-Adzkar al-Nawawiyyah karya al-Imam al-Nawawi pernah mengalami nasib yang sama. Kitab al-Adzkar dalam edisi terbitan Darul Huda, 1409 H, Riyadh Saudi Arabia, yang di-tahqiq oleh Abdul Qadir al-Arna’uth dan di bawah bimbingan Direktorat Kajian Ilmiah dan Fatwa Saudi Arabia, telah di-tahrif sebagian judul babnya dan sebagian isinya dibuang. Yaitu Bab Ziyarat Qabr Rasulillah SAW diganti dengan Bab Ziyarat Masjid Rasulillah SAW dan isinya yang berkaitan dengan kisah al-’Utbi ketika ber-tawasul dan ber-istighatsah dengan Rasulullah saw, juga dibuang.
Demikianlah
beberapa kitab yang telah ditahrif oleh orang-orang Wahabi. Tentu saja tulisan
ini tidak mengupas berbagai cara tahrif dan perusakan Wahhabi terhadap
kitab-kitab Ahlussunnah Wal Jama’ah peninggalan para ulama kita. Namun
setidaknya, yang sedikit ini menjadi pelajaran bagi kita agar selalu
berhati-hati dalam membaca atau membeli kitab-kitab terbitan baru. Wallahu
a’lam.
Penulis
: KH. Idrus Ramli, Pengurus
Ikatan Alumni Santri Sidogiri (IASS) Jember.
3
Komentar | Ilmu Fiqih, Ilmu Nahwu /
Sharaf (Alat), Ilmu Tafsier /
Tafsier, Ilmu Tauhid / Tauhid,
Warta |
Peristiwa
sebelum dan selama Isra’
Pada
waktu Nabi Muhammad saw. berbaring di antara dua orang yaitu paman beliau
Hamzah dan sepupu beliau Ja’far bin Abi Thalib di Hijir Isma’il dekat Ka’bah,
tiba-tiba datang kepada beliau malaikat Jibril dan Mika’il beserta seorang
malaikat lain, kemudian ketiga malaikat tersebut membawa Nabi Muhammad saw. ke
sumur Zamzam, lalu mereka menelentangkan beliau. Di antara ketiga malaikat
tersebut, yang mengurusi beliau adalah Jibril.
Menurut
satu riwayat: “Atap rumah saya tersingkap, kemudian malaikat Jibril turun”.
Kemudian Jibril membelah badan beliau mulai dari tenggorokan beliau sampai ke
bawah perut beliau. Lalu Jibril berkata kepada Mikail: “Bawakan kepadaku satu
baskom air zamzam agar aku dapat membersihkan hati beliau. Jibril mengoperasi dada
beliau, kemudian mengeluarkan hati beliau dan membasuhnya tiga kali serta
mencabut apa yang menjadi bagian dari syetan dari hati beliau; dan Mikail tiga
kali membawakan baskom berisi air zamzam kepada Jibril. Kemudian didatangkan
sebuah baskom emas yang penuh dengan hikmah dan keimanan dan ditu-angkan habis
ke dada Nabi saw; dan dada beliau dipenuhi dengan kesabaran, ilmu, keyakinan
dan keislaman; kemudian ditutup kembali dan di antara kedua belikat beliau
distempel dengan stempel kenabian.
Kesimpulan
Sebelum
beliau berangkat melakukan isra’ dan mi’raj, dada Nabi saw. dioperasi untuk
dikeluarkan sarang syetan dari hati beliau, kemudian hati beliau diinjeksi
dengan hikmah (kebijakan), keimanan, kesabaran, ilmu, keyakinan dan keislaman
(penyerahan diri).
Hikmah
yang terkandung dalam kisah di atas, ialah bahwa sebelum kita memulai pekerjaan
untuk mencapai tujuan yang hendak kita capai, maka dada kita harus kita operasi
dan kita buang sarang syetan dari hati kita dengan mengucapkan dua kalimah
syahadat dengan meyakini makna yang terkandung di dalamnya. Kemudian kita isi
hati kita dengan kebijaksanaan, keimanan, kesabaran, ilmu, keyakinan dan
penye-rahan diri pada ketentuan dari Allah swt.
Kemudian
didatangkan seekor buraq yang telah diberi pelana dan kendali. Buraq itu adalah
binatang yang putih, panjang, lebih besar dari kimar dan lebih kecil dari
keledai. Buraq ini dapat meloncat sejauh batas pandangannya; kedua telinganya
selalu bergerak. Jika menaiki gunung kedua kaki belakangnya memanjang dan jika
menuruni jurang kedua kaki depannya memanjang. Dia mempunyai dua sayap pada
kedua pahanya yang dapat membantu dan memperkuat kecepatannya, sehingga
menyulitkan Nabi saw. untuk menaikinya. Kemudian Jibril meletakkan tangannya
pada surainya seraya berkata: “Adakah engkau tidak malu wahai buraq?; demi
Allah, tidak ada seorang makhlukpun yang menaikimu yang lebih mulia menurut
Allah dari pada beliau, maka malulah si buraq, lalu berbaring dan tenang
sehingga Nabi saw dapat menaikinya. Nabi-nabi sebelumnya juga pernah menaiki
buraq.
Sa’id
bin Musayyab dan lainnya berkata bahwa buraq ini adalah kendaraan Nabi Ibrahim
yang beliau naiki dari negerinya menuju Baitul Haram. Kemudian Jibril berangkat
dengan Nabi saw. Jibril berada di sebelah kanan Nabi saw., sedangkan Mikail di
sebelah kiri beliau. Menurut Ibnu Sa’ad, malaikat Jibril memegangi tempat
duduknya, sedang Mikail memegangi kendali.
Kesimpulan
Kendaraan
yang dipergunakan oleh Nabi sewaktu isra’ adalah buraq yang sangat cepat, satu
langkah sampai pada batas pandangan atau cakrawala, sangat tajam
pendengarannya, dan stabil. Semula Nabi saw. kesulitan untuk menaiki buraq;
akan tetapi berkat bantuan Jibril, akhirnya dengan mudah beliau dapat
menaikinya. Dan dalam perjalanan selanjutnya Nabi saw. selalu dibimbing oleh
Jibril dan Mikail.
Hikmah
yang terkandung dalam kisah diatas, ialah bahwa apabila ilmu dan mental kita
telah siap untuk memulai pekerjaan, maka semua tugas harus kita kerjakan dengan
cepat, jangan sampai ada yang kita tunda-tunda, kita harus mendengarkan setiap saran
dan kritik yang membangun dan kita harus menjaga stabilitas dari pekerjaan
kita. Untuk itu kita wajib memerlukan doa, nasihat dan bimbingan dari para ahli
yang hatinya ikhlas.
Dalam
perjalanan isra’ dari Masjidil Haram di Makkah sampai ke Baitul Muqaddas di
Palestina, Nabi saw. beserta Jibril dan Mikail singgah di Madinah, Madyan,
gunung Sinai dan Bethlehem. Setiap kali singgah, Nabi saw. diminta oleh
malaikat Jibril untuk melakukan shalat dua raka’at; dan setelah sampai di
masjid Al Aqsha, beliau telah ditunggu oleh arwah para nabi, sejak nabi Adam
as. sampai dengan nabi Isa as. untuk melakukan shalat berjama’ah dan beliau
diminta untuk menjadi imam.
Hikmah
di balik kisah Isra’
Perjalanan
isra’ dimulai dari masjid Al Haram di kota Makkah ialah karena kota Makkah pada
waktu itu adalah pusat segala macam bentuk kejahatan, kemaksiatan, kemungkaran,
kemusyrikan dan kekufuran. Sehingga kota Makkah dapat diibaratkan sebagai
lambang rumah tangga, atau wilayah, atau negara yang rusak, berantakan dan
kacau balau.
- Perjalanan isra’ berakhir di masjid Al Aqsha ialah karena masjid tersebut dinyatakan oleh Allah swt. dalam surat Al Isra’ ayat 1 sebagai tempat yang telah diberkahi sekelilingnya, sehingga masjid Al Aqsha dapat diibaratkan sebagai rumah tangga, atau wilayah,atau negara yang aman, tenteram, damai, adil dan makmur lahir dan batin, material dan spiritual.
- Singgah di Madinah, karena kota Madinah adalah tempat hijrah dari Nabi Muhammad saw.
- Singgah di Madyan, karena kota Madyan adalah tempat hijrah dari Nabi Musa as. sewaktu akan dibunuh oleh raja Fir’aun dari Mesir. Di Madyan ini nabi Musa as. diambil menantu oleh nabi Syu’aib as. Dan setelah nabi Musa as . kaya raya dan merasakan kenikmatan hidup, beliau diperintah oleh Allah swt. pergi ke Mesir untuk berjuang dan membebaskan bangsa Yahudi dari kemiskinan dan penindasan raja Fir’aun dengan meninggalkan kesenangan dan kenikmatan hidup yang beliau rasakan.
- Singgah di gunung Sinai, karena di gunung Sinai inilah Nabi Musa as. menerima wahyu dari Allah swt. Gunung adalah tempat yang tinggi, sedang wahyu adalah ilmu. Sehingga gunung Sinai adalah lambang dari ketinggian ilmu pengetahuan.
- Singgah di Bethlehem, karena kota Bethlehem adalah tempat kelahiran nabi Isa as. Nabi Isa as. adalah seorang nabi yang hidupnya penuh dengan pengorbanan. Sehingga Bethlehem dapat digambarkan sebagai lambang dari keberanian berkorban.
- Shalat yang setiap kali dilakukan di tempat-tempat persinggahan, karena shalat itu pada hakekatnya adalah menghadap kepada Allah swt. untuk memohon pertolongan dan petunjuk-Nya.
Hal
tersebut memberikan pelajaran bagi kita sekalian, bahwa untuk memperbaiki rumah
tangga, atau wilayah atau negara yang kacau balau dan penuh dengan berbagai
macam penderitaan, kesengsaraan, kemiskinan, penindasan dan lain sebaginya yang
digambarkan sebagai kota Makkah menjadi rumah tangga, atau wilayah, atau negara
yang aman, tenteram, penuh dengan kedamaian, kebahagiaan, keadilan dan
kemakmuran, haruslah dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:
- Tahap Madinah, artinya semua anggota rumah tangga atau seluruh penduduk sesuatu wilayah atau negara harus mau berhijrah yang berarti meninggalkan kemusyrikan, kekufuran, kemaksiatan, kemungkaran dan segala macam bentuk perbuatan dan sikap yang negatif.
- Tahap Madyan, artinya jika semua penghuni rumah tangga, atau wilayah, atau negara sudah mau melakukan hijran, meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah swt. dan sudah mau bertaqwa dalam arti yang sebenarnya, maka setiap orang yang menjadi pemimpin rumah tangga, atau wilayah, atau negara tersebut jangan sampai bersenang-senang, bernikmat-nikmat dan bermewah-mewah dalam hal makanan, pakaian dan tempat tinggal, selagi orang-orang yang berada di bawah kekuasaannya masih ada yang hidup dalam keadaan melarat, apalagi hidup jauh di bawah garis kemiskinan. Hal ini pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. setelah beliau memperoleh kemenangan demi kemenangan dalam peperangan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir dan orang-orang musyrik dan banyak memperoleh rampasan perang. Jika mau tentu beliau dapat memperkaya diri, sebab beliau memegang jabatan rangkap, yaitu sebagai Rasul Allah, Kepala negara dan Panglima Perang. Akan tetapi catatan sejarah menunjukkan bahwa rumah beliau hanya sebesar ruangan yang sekarang dijadikan makam beliau di masjid Nabawi di Madinah; pakaian beliau sangat sederhana; dan menurut hadits yang diriwayatkan dari isteri beliau Siti ‘Aisyah ra., beliau tidak pernah kenyang selama dua hari berturut-turut. Harta kekayaan beliau lebih banyak dipergunakan untuk kepentingan rakyatnya dari pada dipergunakan untuk kepentingan keluarga beliau sendiri.
- Tahap gunung Sinai, artinya ialah bahwa untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sempurna, setiap penghuni rumah tangga, atau wilayah, atau negara harus selalu berusaha untuk meningkatkan ketinggian ilmu pengetahuan. Sebab dengan pengetahuan yang tinggi, terutama ilmu agama, seseorang akan menjadi mudah untuk menyelesaikan setiap problem atau masalah yang dihadapi dalam menjalani hidup dan kehidupan sehari-hari.
- Tahap Bethlehem, artinya ialah bahwa untuk mencapai kebahagiaan hidup yang sejati, diperlukan keberanian untuk berkorban, baik harta, tenaga, bahkan jiwa sekalipun; terutama korban perasaan atau korban sentimen. Sebab di mana-mana sekarang ini dapat kita saksikan banyak orang yang telah mengakui dan menyadari akan kebenaran dari ajaran agama Islam. Namun karena mereka harus mempertahankan gengsi dan tidak berani mengorbankan perasaan dan sentimen, mereka tetap berpegang teguh pada ajaran agama yang hati kecil mereka sebenarnya telah menyatakan kebatalannya.
Shalat
dua raka’at yang dikerjakan oleh Nabi Muhammad saw. atas anjuran malaikat
Jibril di tempat-tempat persinggahan, adalah memberikan pelajaran kepada kita
sekalian bahwa pada saat kita sedang menekuni pekerjaan dalam rangka mencapai
cita-cita yang menjadi tujuan hidup kita, kita akan menyadari bahwa kemampuan
kita sebagai manusia adala sangat terbatas, jauh berkurang dibandingkan
dengan cita-cita kita.
dengan cita-cita kita.
Untuk
itu secara mutlak kita memerlukan petunjuk, bimbingan dan pertolongan dari
Allah swt. Petunjuk, bimbingan dan pertolongan tersebut harus kita minta. Untuk
meminta petunjuk, bimbingan dan pertolongan kepada Allah swt. kita harus
menghadap (sowan = sebo Jw.) dengan cara yang telah ditetapkan dan yang telah
direstui oleh Allah swt.sendiri, yaitu shalat menurut ajaran agama Islam. Jadi
pada saat kita sangat sibuk menjalankan tugas-tugas yang amat penting
sebagaimana kesibukan yang dialami oleh Nabi Muhammad saw. pada saat memenuhi
panggilan dari Allah swt. untuk menjemput kewajiban shalat, maka kita harus
lebih aktif menunaikan shalat, menghadap ke haribaan-Nya. Bukan sebaliknya, pada
saat kita sedang sibuk bekerja, kita menunda-nunda, bahkan melalaikan shalat
kita.
Pada
saat Nabi Muhammad saw. sampai di masjid Al Aqsha, sebelum masuk ke dalam
masjid, buraq yang beliau naiki ditambatkan lebih dahulu, meskipun pada
hakekatnya buraq tersebut tidak akan lari atau hilang. Dan andaikata lari atau
hilang, pasti malaikat Jibril akan mengembalikannya kepada beliau. Hal ini
memberi pelajaran kepada kita, bahwa dalam melaksanakan tugas hidup dan
kehidupan sehari-hari, kita wajib menta’ati peraturan-peraturan yang telah
ditetapkan oleh hukum syariat agama Islam. Kita dilarang untuk berpe-gangan
kepada hakekat tanpa mau mentaati syariat.
Setelah
Nabi Muhammad saw. melakukan shalat berjama’ah di masjid Al Aqsha, sebelum naik
ke dalam kendaraan interplanet yang akan mengantarkan beliau ke suatu tempat
yang telah ditentukan oleh Allah swt., beliau disodori tiga macam minuman oleh
malaikat Jibril, yaitu: arak, air dan puan (susu). Kemudian beliau memilih
susu, yang kemudian pilihan beliau tersebut dibenarkan oleh malaikat Jibril.
Hal ini memberi pelajaran kepada kita sekalian, bahwa untuk menjaga stabilitas
ketenangan dan ketenteraman jiwa yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan
hidup yang hakiki, seseorang dituntut oleh agama Islam agar selalu menjaga
dirinya dengan makanan dan minuman yang halal dan bagus bagi kesehatan tubuh,
sebagaimana susu yang halal menurut ajaran agama Islam dan bagus menurut ahli
kesehatan karena padat gizi. Berbeda halnya dengan arak yang telah dinyatakan
haram oleh ajaran agama Islam dan merusak kesehatan menurut para ahli dalam
bidang kesehatan. Dan berbeda pula dengan air, meskipun air tawar tersebut
halal menurut ajaran syari’at Islam, namun tidak mengandung gizi yang sangat
diperlukan bagi kesehatan tubuh manusia. Makanan dan minuman yang halal dan
bagus bagi kesehatan tubuh adalah syarat utama bagi do’a untuk dikabulkan oleh
Allah swt.
Disamping
itu, susu tersebut adalah ibarat dari agama Islam, yang cocok untuk segala umur
dan cocok bagi segala macam bangsa di seluruh dunia.
Perjalanan
mi’raj dengan singgah di ketujuh planet
tersebut adalah untuk memberi pelajaran kepada kita, bahwa untuk meningkatkan
kwalitas sumber daya manusia, maka yang harus diprioritaskan adalah
meningkatkan:
- Mutu dan kwalitas pendidikan dengan memberikan contoh dan tauladan dalam kehidupan sehari-hari.
- Mutu dan kwalitas kesehatan.
- Mutu dan kwalitas pengajaran yang disesuaikan dengan keperluan.
- Perekonomian dari jalan dan cara yang halal menurut pandangan agama Islam.
- Mutu dan kwalitas produksi.
- Hubungan diplomatik yang menguntungkan kepentingan agama.
- Mutu dan kwalitas pertahanan dan keamanan.
- Mutu dan kwalitas pembangunan, sarana dan prasarana fisik.
Disamping
itu peristiwa tersebut juga mengajarkan kepada kita akan perkembangan hidup
manusia di dunia ini:
- Masa sejak manusia lahir sampai masa masuk sekolah. Pada masa ini, yang sangat diperlukan adalah memberikan pendidikan yang baik dengan memberian contoh dan tauladan yang baik dari orang tua dan harus dijaga benar-benar kesehatan anak.
- Masa sekolah. Pada masa ini anak sudah harus diajar dengan ilmu-ilmu yang berguna bagi kehidupannya di kelak kemudian hari, terutama ilmu agama Islam sehingga dapat menjiwai tingkah lakunya dan harus diperhatikan terus kesehatannya.
- Masa remaja, yaitu masa anak-anak sudah pandai meminta uang kepada orang tua untuk memenuhi segala macam keperluannya. Pada masa ini anak-anak harus sudah diberi pengertian mengenai pengaturan ekonomi yang sehat menurut ajaran Islam dan yang diridlai oleh Allah swt.
- Masa dewasa, yaitu masa anak mulai berumah tangga dan memerlukan alat-alat rumah tangga. Pada masa ini harus ditekankan bahwa pemakaian alat-alat rumah tangga hasil karya sendiri adalah jauh lebih baik dari alat-alat rumah tangga buatan luar negeri yang harus dibeli dengan mahal.
- Setelah anak berumah tangga dan hidup di masyarakat berpisah dengan kedua orang tuanya, maka diajarkan bagaimana seharusnya dia berhubungan dan berdiplomasi dengan masyarakat sekitarnya agar tujuan hidupnya tercapai serta dicintai oleh masyarakat sekitarnya.
- Fase terakhir dari kehidupan anak manusia adalah saat sudah senang untuk membangun rumah tempat tinggalnya, membangunkan rumah bagi anak dan cucunya. Saat ini menjadi tanda bahwa seseorang telah berada di langit ketujuh.
Dari
langit ketujuh Nabi Muhammad saw. diajak naik lagi sampai di suatu tempat yang
disebut dengan “SIDRATUL MUNTAHA”. Dari Sidratul Muntaha, Nabi Muhammad saw.
dipersilahkan meneruskan perjalanan ke Mustawan tanpa pengawalan seorang
malaikatpun. Di Mustawan Nabi Muhammad saw. sujud mengahadap Allah swt. Dan
setelah Nabi Muhammad saw. dipersilahkan duduk bangkit dari sujud, maka Nabi
Muhammad saw. berdatang sembah:
اَلتَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ
لِلّهِ .
“Segala
puji sekelamatan, segala berkah, segala rahmat ta’dhim, serta segala kebaikan
adalah tetap bagi Allah”.
Ucapan
Nabi Muhammad saw. tersebut adalah berupa pengembalian mandat kepada Allah
swt., karena berbagai macam rintangan dan hambatan yang dihadapi oleh beliau
sebagai seorang nabi dan utusan Allah swt.
Pengembalian mandat tersebut dijawab
oleh Allah swt.:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ اَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللّهِ
وَبَرَكَاتُهُ .
“Keselamatan
tetap atas kamu, wahai Nabi, beserta rahmat Allah dan berkah-berkah-Nya”.
Firman
Allah swt. tersebut adalah penetapan dan pengukuhan jabatan Nabi Muhammad saw.
sebagai utusan Allah. Setelah mendapat pengukuhan dengan jaminan keselamatan,
rahmat dan berkah bagi pelaksanaan tugas tersebut, Nabi Muhammad saw. menjawab:
اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللّهِ الصَّالِحِيْنَ
.
“Semoga keselamatan tetap atas kami
dan para hamba Allah yang shaleh”
Ucapan
Nabi Muhammad saw. tersebut adalah berupa permohonan agar yang dijamin selamat
dalam tugas menyiarkan agama Islam bukan hanya beliau, tetapi juga para hamba
Allah yang shaleh yang siap membela agama.
Kemudian
para malaikat memberikan sambutan dengan ucapan:
أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلهَ إِلاَّ اللّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ
مُحَمّدًا رَّسُوْلُ اللّهِ .
“Aku mengakui bahwa sesungguhnya
tiada Tuhan melainkan Allah; dan aku mengakui bahwa sesungguhnya Muhammad
adalah utusan Allah”.
Lalu para bidadari pun memberikan
sambutan dengan ucapan mereka:
أَللّهُمَّ صَلِ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا إِبْرَهِيْمَ . وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا مُحّمَّـدٍكَمَا بَارَكْتَ عَلَى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ
سَيِّدِنَا إِبْرِاهِيْمَ فِى الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ .
“Ya
Allah, berikanlah kesejahteraan pada pemimpin kami Nabi Muhammad dan pada keluarga
dari pemimpin kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan
kesejahteraan pada pemimpin kami Nabi Ibrahim dan pada keluarga dari pemimpin
kami Nabi Ibrahim. Ya Allah, berikanlah berkah pada pemimpin kami Nabi Muhammad
dan pada keluarga dari pemimpin kami Nabi Muhammad, sebagaimana Engkau telah
memberikan berkah pada pemimpin kami Nabi Ibrahim dan keluarga dari pemimpin
kami Nabi Ibrahim. Di alam semesta ini sesungguhnya Engkau adalah Maha Terpuji
lagi Maha Mulia”.
Saat
itu Nabi Muhammad saw. menerima kewajiban shalat 50 (limapuluh) kali sehari
semalam. Akan tetapi sewaktu dalam perjalanan kembali, di langit keenam, Nabi
Musa as. menganjurkan kepada Nabi Muhammad saw. agar meminta potongan kepada
Allah swt. sebab ummat Nabi Muhammad saw. tidak akan mampu melaksanakan shalat
limapuluh kali sehari semalam. Atas anjuran tersebut Nabi Muhammad saw.
berulang kembali menghadap Allah swt. sampai sembilan kali. Dan setiap kali
menghadap beliau mendapat potongan sebanyak lima, sehingga kewajiban shalat sehari
semalam yang semula limapuluh kali menjadi lima kali sehari semalam. Akhirnya
Nabi Muhammad saw. berpamitan kepada Allah swt. dengan mengucapkan:
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوْبِ ثَبِّتْ قَلْبِيْ عَلَى دِيْنِكَ .
“Wahai
Dzat yang membolak balikkan sekalian hati, tetapkanlah hatiku pada agama-Mu
Islam”.
Hikmah
dari perhentian Nabi Muhammad saw. di Sidratul Muntaha adalah memberi pelajaran
kepada kita sekalian, bahwa pada akhirnya seluruh manusia akan mati dan
dimandikan dengan air cendana. Sebab sidrah itu artinya adalah cendana, sedang
muntaha itu berarti batas akhir. Setelah manusia mati, maka malaikat hafadhah
yang menjaganya selama hidupnya akan meninggalkan dirinya. Dia harus sendirian
masuk kubur, yaitu tempat yang rata atau sama bagi seluruh manusia tanpa
membedakan pangkat, derajat dan warna kulit, karena mustawan itu berarti tempat
yang rata atau sama.
Setelah
manusia mati, nyawanya masuk ke alam barzah, manusia dimintai pertanggung
jawaban oleh Allah swt. akan segala macam tugas dan kewajibannya selama hidup
di dunia sebagai hamba Allah swt. maupun sebagai makhluk sosial.
*Dipetik dari kitab karangan Al
‘Allamah Najmuddinal Ghaithiy. (Ref. PP Nurul Huda)
Isra’
adalah perjalanan Nabi Muhammad saw.
dari masjid Al Haram yang terletak di kota Makkah ke masjid Al Aqsha yang
terletak di Palestina. Sedang mi’raj adalah perjalanan Nabi Muhammad saw. dari
masjid Al Aqsha yang terletak di planet bumi menuju Mustawan, melalui tujuh
planet atau dengan kata lain, mi’raj adalah perjalanan inter planet. Jadi
“isra’” dan “mi’raj” adalah dua peristiwa yang disebutkan oleh Al Qur’an dalam
dua surat yang berbeda. Isra’ disebutkan dalam surat Isra’ ayat 1:
بِسْــمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْمِ .
سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْـرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْــجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْـجِدِ الأَقْصى الَّــذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ .
سُبْحَانَ الَّذِيْ أَسْـرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِنَ الْمَسْــجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْـجِدِ الأَقْصى الَّــذِيْ بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ .
“Dengan
nama Allah Yang Maha Luas belas-Nya lagi Maha Kekal kecitaan-Nya. Maha Suci
Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muham-mad) pada waktu sebagian dari
malam hari dari masjid Al Haram ke masjid Al Aqsha yang telah Kami beri berkah
sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda
kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat”.
Peristiwa mi’raj disebutkan dalam
surat An Najmu ayat 13 – 18:
وَلَقَدْ رَآهُ نَزْلَةً أُخْرَى. عِنْدَ سِدْرَةِ
الْمُنْتَهَى. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوَى. إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى.
مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى. لَقَدْ رَأَى مِنْ آيَاتِ رَبِّــــــهِ
الْكُبْرَى .
“Dan
sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada
waktu yang lain. (Yaitu) di Sidratil Muhtaha. Di dekatnya ada sorga tempat
tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh
sesuatu yang meliputinya Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang
dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”.
Hal
ini memberi pelajaran kepada kita, bahwa manusia selaku makhluk sosial harus
mengadakan hubungan atau komunikasi yang baik dengan sesama makhluk Allah di
muka bumi; sedang sebagai hamba Allah, manusia wajib melakukan hubungan yang
baik dengan Allah swt. yang telah menciptakannya dan telah menganugerahinya
berbagai macam keni’matan yang diperlukannya selama hidupnya di dunia. Hubungan
baik dengan sesama makhluk dan dengan Sang Pencipta akan membawa ketenangan dan
ketenteraman jiwa yang menjadi faktor penentu bagi kebahagiaan hidup yang
sejati, baik di dunia maupun di akhirat.
1.
Nabi Muhammad saw. melihat Jin Ifrit yang membuntuti beliau dengan membawa obor. Setiap kali beliau menoleh, beliau melihatnya. Kemudian
malaikat Jibril berkata, “Maukah Tuan saya ajari doa yang apabila tuan
membacanya, maka obornya akan padam dan masuk ke dalam mulutnya?” Rasulullah
saw. bersabda, “Baik!”. Lalu malaikat Jibril berkata, “Ucapkan:
اَعُوْذُ بِوَجْهِ اللّهِ الْكَرِيْمِ وَبِكَلِمَاتِ اللّهِ
التَّمَّاتِ الَّتِيْ لاّ يُجَاوِزُهُنَّ بَرٌّ وَلاَ فَاجِرٌ مِنْ شَرِّ مَا
يَنْزِلُ مِنَ السَّمَآءِ وَمِنْ شَرِّ مَا يَعْرُجُ فِيْهَا وَمِنْ شَرِّ مَا
ذَرَاَ فِى الأَرْضِ وَمِـنْ شَرِّ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمِنْ فِتَنِ اللَّيْلِ
وَالنَّهَارِ وَمِنْ طَوَارِقِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ إِلاَّ طَارِقًـــــا
يَطْرُقُ بِخَيْرٍ يَّا رَحْمنُ .
Aku
berlindung dengan wajah Allah Yang Maha Mulia dan dengan kalimat-kalimat Allah
yang sempurna yang tidak ada orang yang baik dan tidak pula orang yang durhaka
dapat melampauinya, dari kejahatan apa saja yang turun dari langit dan dari
kejahatan apa saja yang naik ke langit; dari kejahatan apa saja yang masuk ke
dalam bumi dan dari kejahatan apa saja yang keluar dari bumi; dari
fitnah-fitnah di waktu malam hari dan di waktu siang hari; dari bencana-bencana
dari malam hari dan siang hari, kecuali bencana yang datang dengan kebaikan,
wahai Dzat Yang Maha Penyayang!
Setelah
Nabi Muhammad saw. membaca doa tersebut, maka jin Ifrit yang membuntuti beliau
jatuh tersungkur dan obornya padam.
Peristiwa
di atas memberi pelajaran kepada kita sekalian, bahwa sewaktu kita sedang
melaksanakan tugas, terkadang datang gangguan dari jin yang datang dengan
sendirinya maupun yang disuruh oleh orang lain untuk menggagalkan usaha kita.
Oleh karena itu agar kita selamat dari gangguan tersebut, maka do’a yang
diajarkan oleh malaikat Jibril tersebut perlu kita baca setiap kali kita akan
melakukan tugas.
2.
Nabi melihat kaum yang menanam tanaman pada suatu hari dan pada hari itu pula
tanaman tersebut dapat dipanen.
Dan setiap kali dipanen, buahnya kembali lagi seperti semua. Setelah ditanyakan
kepada malaikat Jibril beliau mendapat jawaban bahwa apa yang beliau lihat itu
adalah gambaran dari orang-orang yang berjuang untuk membela agama Allah. Amal
baik mereka dilipatkan gandakan sampai 700 kali. Dalam surat Saba’ ayat 39,
Allah swt. berfirman:
.وَمَآ أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهً … الآية .
… Dan barang apa saja yang kamu
infakkan (dermakan), maka Allah akan menggantinya …
3.
Nabi Muhammad saw. mencium bau harum.
Setelah ditanyakan kepada malaikat Jibril tentang bau apakah yang tercium oleh
Nabi Muhammad saw. tersebut; beliau mendapat jawaban bahwa bau tersebut adalah
bau dari Masyithah beserta suami dan kedua anaknya yang dibunuh oleh raja
Fir’aun dari Mesir yang mengaku sebagai Tuhan, karena mempertahankan imannya
dan mengingkari ketuhanan Fir’aun.
Masyithah
adalah tukang menata rambut dari anak perempuan Fir’aun. Pada suatu hari,
ketika Masyithah sedang menyisir rambut anak perempuan raja Fir’aun, sisirnya
jatuh dan Masyithah mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ تَعِسَ فِرْعَوْنُ
Dengan nama Allah, rugi si Fir’aun.
Mendengar
ucapan Masyithah tersebut, maka terjadilah dialog antara anak perempuan Fir’aun
dengan Masyithah sebagai berikut:
· Anak Fir’aun: “Apakah engkau
mempunyai Tuhan selain ayahku ?”
· Masyithah: “Ya!”
· Anak Fir’aun: “Apakah engkau
berani pernyataanmu ini saya beritahukan kepada ayahku?”
· Masyithah: “Berani!”
Setelah anak Fir’aun memberitahukan
kepada ayahnya tentang pernyataan Masyithah, maka Masyithah pun dipanggil oleh
Fir’aun, lalu terjadi dialog sebagai berikut:
· Fir’aun: “Apakah engkau mempunyai
Tuhan selain aku ?”.
· Masyithah: “Ya, Tuhanku dan Tuhan
tuan adalah Allah !”.
Mendengar
jawaban tersebut Fir’aun pun menyuruh agar suami dan kedua anak Masyithah
dihadapkan kepadanya. Setelah mereka menghadap, Fir’aun membujuk Masyithah
beserta suaminya agar keduanya meninggalakan agamanya (agama tauhid) dan
mengakui Fir’aun sebagai Tuhan. Setelah bujuk rayu Fir’aun ditolak oleh
keduanya, maka Fir’aun berkata kepada keduanya:
“Jika
kalian berdua menolak permintaanku, maka aku akan membunuh kalian berdua
beserta anak-anak kalian!”.
Masyithah
menjawab: “Terserah, mana tindakan yang baik menurut tuan terhadap kami. Dan
jika tuan membunuh kami, kami minta agar kami sekeluarga dikubur dalam satu
rumah!”.
Fir’aun
berkata: “Baik, permintaanmu akan kami kabulkan!” Kemudian Fir’aun
memerintahkan untuk menyiapkan sebuah wajan besar penuh dengan minyak. Setelah
wajan tersebut dipanaskan dan medidih, anak Masyithah yang besar dimasukkan
lebih dahulu, sedang Masyithah beserta suaminya dan anaknya yang masih berumur
tujuh bulan disuruh menyaksikan, dengan harapan agar Masyithah berubah
pendiriannya. Kemudian suami Masyithah mendapat giliran yang kedua. Setelah
giliran sampai pada Masyithah dan anaknya yang masih menetek, tiba-tiba anak
Masyithah yang masih menetek berkata dengan fasih kepada ibunya: “Janganlah ibu
ragu-ragu untuk mati membela kebenaran; masuklah ke dalam wajan!”. Kemudian
Masyithahpun dilemparkan ke dalam wajan tersebut beserta anaknya.
Dalam
ajaran Islam dikenal ada empat orang bayi yang masih dalam gendongan yang dapat
berbicara dengan fasih, yaitu anak Masyithah ini, saksi Nabi Yusuf as. atas
perbuatan Zulaikha, saksi atas kebersihan Kyai Juraij dari perbuatan zina, dan
Nabi Isa as. sewaktu ibunya dituduh oleh orang-oarang Yahudi telah berbuat
zina.
4.
Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang membentur-benturkan kepala mereka pada
batu sehingga kepala mereka itu pecah.
Dan setiap kali kepala mereka pecah, maka pulih kembali, lalu mereka benturkan
kembali. Pekerjaan tersebutmereka lakukan terus-menerus tanpa berhenti. Nabi
Muhammad saw. mendapat jawaban dari malaikat Jibril atas pertanyaan beliau,
bahwa perbuatan tersebut adalah gambaran dari siksaan yang akan diberikan di
hari kiamat kepada orang-orang yang malas melakukan shalat wajib dan sering
mengakhirkan dari waktunya.
5.
Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang pergi berombongan seperti kawanan unta dan
kambing yang pergi ke tempat penggembalaan dalam keadaan telanjang. Hanya kemaluan dan dubur mereka saja yang tertutup dengan
secarik kain. Mereka makan kayu berduri yang sangat busuk baunya (kayu dlari’),
buah zaqqum (buah tetumbuhan yang sangat pahit) dan bara serta batu-batu dari
nereka Jahannam. Malaikat Jibril menerangkan bahwa kaum tersebut adalah
gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang tidak mau membayar zakat, baik
zakat wajib maupun zakat sunnat. Allah swt. sama sekali tidak menganiaya
mereka; tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
6.
Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang menghadapi dupa potong daging. Yang sepotong daging yang telah masak dalam sebuah kendil,
sedang yang sepotong lagi daging mentah yang busuk. Kaum tersebut melahap
daging mentah yang busuk serta meninggalkan daging yang telah masak. Kaum
tersebut adalah gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang telah mempunyai
isteri yang halal dan baik, tetapi mereka mendatangi pelacur dan tidur bersama
pelacur sampai pagi; dan gambaran dari para wanita yang telah mempunyai suami
yang halal dan baik, tetapi mereka mendatangi laki-laki hidung belang dan tidur
bersamanya sampai pagi.
7.
Nabi Muhammad saw. melihat kayu yang melintang di tengah jalan, sehingga tidak
ada pakaian atau lainnya yang melewatinya, kecuali kayu tersebut
menyobekkannya. Keadaan tersebut adalah sebagai
gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang suka duduk-duduk di jalanan
sehingga mengganggu kelancaran lalu lintas. Setelah menjawab pertanyaan Nabi
Muhammad saw. malaikat Jibril membaca ayat Al Qur’an yang tersebut dalam surat
Al A’raf ayat 86 yang antara lain berbunyi sebagai berikut:
وَلاَ تَقْعُدُوْا بِكُلِّ صِرَاطٍ تُوْعِدُوْنَ وَتَصُدُّوْنَ
عَنْ سَبِيْلِ اللّهِ … الآية .
Dan
janganlah kamu duduk di tiap-tiap jalan dengan menakut-nakuti dan
menghalang-halangi orang yang beriman dari jalan Allah ….
8.
Nabi Muhammad saw. melihat orang laki-laki yang berenang di sungai darah dengan
menelan batu. Ini adalah gambaran dari orang yang
memakan riba.
9.
Nabi Muhammad saw. melihat orang laki-laki yang mengumpulkan kayu bakar. Laki-laki tersebut tidak kuat membawanya; akan tetapi
jumlah kayu bakar tesebut tidak dikurangi, melainkan ditambahi. Ini adalah
gambaran dari ummat Nabi Muhammad saw. yang memangku tugas atau jabatan
rangkap. Dia tidak mampu menunaikan amanat-amanat dari tugas-tugas dan
jabatan-jabatan tersebut, akan tetapi masih mau menerima tugas dan jabatan
lainnya.
10.
Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang mengguntingi lidah dan bibir mereka dengan
gunting besi. Setiap kali lidah dan bibir mereka
digunting, maka lidah dan bibir tersebut kembali seperti sedia kala. Mereka
melakukan hal tersebut terus menerus tanpa berhenti. Ini adalah ibarat dari
tukang-tukang khutbah yang menimbulkan fitnah, yaitu tukang-tukang khutbah dari
ummat Nabi Muhammad saw. yang meng-khutbahkan apa yang mereka sendiri tidak
melakukannya.
11.
Nabi Muhammad saw. melihat kaum yang mempunyai kuku-kuku dari logam. Mereka mencakari muka dan dada mereka dengan kuku tersebut.
Ini adalah ibarat orang-orang yang senang menggunjing (ngrasani-Jw.) orang lain
dan melecehkan kehormatan orang lain.
12.
Nabi Muhammad saw. melihat sapi jantan yang besar keluar dari lubang yang
kecil. Sapi tersebut ingin masuk kembali
ke dalam lubang tempat ia keluar, akan tetapi tidak dapat. Ini adalah ibarat
dari orang yang mengucapkan omongan yang besar, kemudian dia menyesalinya,
tetapi tidak dapat menarik kembali omongan tersebut.
13.
Nabi Muhammad saw. mendengar panggilan dari arah kanan: “Wahai Muhammad,
pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !”.
Nabi Muhammad saw. tidak menjawab, kemudian malaikat Jibril menerangkan kepada
Nabi Muhammad saw.: “Panggilan tadi adalah panggilan dari orang-orang Yahudi.
Andaikata tuan memenuhi panggilan terseubt, niscaya ummat tuan akan memeluk
agama Yahudi!”.
14.
Nabi Muhammad saw. mendengar panggilan dari arah kiri: “Wahai Muhammad,
pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !”. Nabi Muhammad saw. tidak menjawab, kemudian malaikat Jibril
berkata kepada beliau: “Panggilan tadi adalah panggilan dari orang-orang
Nasrani. Seandainya tuan memenuhi panggilannya, niscaya ummat tuan akan memeluk
agama Nasrani!”.
15.
Nabi Muhammad saw. melihat wanita yang terbuka kedua lengan bawahnya dan
memakai segala macam perhiasan.
Wanita tersebut berkata: “Wahai Muhammad, pandanglah aku; aku akan meminta
kepadamu !”. Nabi Muhammad saw. tidak menolehnya. Setelah Nabi Muhammad saw.
bertanya kepada malaikat Jibril tentang siapakah wanita tersebut, maka malaikat
Jibril menjawab: “Itulah dunia!; jika tuan memenuhi panggilannya, niscaya ummat
tuan lebih mementingkan dunia dari pada akhirat.
16.
Nabi Muhammad saw. bertemu dengan seorang tua yang mengajak beliau untuk
menyimpang dari jalan yang akan dilaluinya sambil berkata: “Kemari Muhammad !”. Malaikat Jibril berkata: “Terus lurus Muhammad !”. Nabi
Muhammad saw. bersabda kepada Jiril: “Siapakah dia ?”. Jibril menjawab: “Dia
adalah Iblis, musuh Allah, yang menginginkan agar tuan cenderung kepadanya !”.
17.
Nabi Muhammad saw. bertemu dengan seorang wanita tua di pinggir jalan memanggil
Nabi saw.: “Wahai Muhammad, pandanglah aku; aku akan meminta kepadamu !!”. Malaikat Jibril berkata bahwa wanita tua itu adalah
gambaran dari umur dunia yang tidak lagi tersisa kecuali seperti sisa umur dari
wanita tua tersebut.
Ketujuhbelas
pengalaman yang dilihat oleh Nabi Muhammad saw. selama dalam perjalanan isra’
tersebut adalah memberikan pelajaran kepada kita sekalian bahwa dalam usaha
menuju kebahagiaan yang sejati, kita akan menemui problem-problem yang harus
kita selesaikan dengan sebaik-baiknya menurut petunjuk yang telah diberikan
oleh Allah swt. kepada kita sekalian.
Setelah
Nabi Muhammad saw. selesai shalat berjama’ah dengan arwah para Nabi terdahulu
dan minum susu, maka beliaupun naik kendaraan yang akan membawa beliau ke suatu
tempat yang disebut dengan Mustawan dengan menyinggahi tujuh planet, dengan
dikawal oleh malaikat Jibril dan dua orang malaikat lainnya. Planet-planet yang
disinggahi Nabi Muhammad saw.:
- Planet pertama. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan Nabi Adam as. yang ahli dalam bidang pendidikan.
- Planet kedua. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan:
- Nabi Isa as. yang ahli dalam bidang kesehatan.
- Nabi Yahya sa. yang ahli dalam bidang pengajaran.
- Planet ketiga. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan Nabi Yusuf as. yang ahli dalam bidang ekonomi. Beliaulah yang pernah berhasil menyelamatkan perekonomian dunia sewaktu dilanda oleh paceklik selama tujuh tahun.
- Planet keempat. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan Nabi Idris as. yang ahli dalam bidang kerajinan tangan, produksi dan industri. Beliaulah orang yang pertama kali menemukan tulisan dan pakaian berjahit.
- Planet kelima. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan Nabi Harun as. yang ahli dalam bidang diplomasi.
- Planet keenam. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan Nabi Musa as. yang ahli dalam strategi dan siasat perang.
- Planet ketujuh. Di sini Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan Nabi Ibrahim as. yang ahli dalam pembangunan fisik (beliau adalah pendiri Ka’bah). Dalam pertemuan ini Nabi Ibrahim as. berpesan kepada Nabi Muhammad saw. sebagai berikut: “Muhammad, suruhlah ummatmu memperbanyak tanaman sorga; karena sorga itu tanahnya sangat subur dan luas!” Nabi Muhammad saw. bertanya: “Apakah tanaman sorga itu?” Nabi Ibrahim as. menjawab: Tanaman sorga itu adalah ucapan:
سُبْحَانَ اللّهِ وَالْحَمْدُ لِلّهِ
وَلاَ اِلهَ اِلاَّ اللَهُ وَاللّهُ أَكْبَرُ لاَحَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ اِلاَّ
بِاللّهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ
Maha suci Allah. Segala puji bagi-Nya. Tiada Tuhan melainkan
Allah dan Allah adalah Yang Maha Besar. Tiada daya untuk dapat menyingkir dari
maksiat dan tiada kekuatan untuk dapat melakukan tha’at, kecuali dengan pertolongan
Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.
Lanjutan Bagian 2
Setelah
melakukan Isra’ dari Makkah al Mukarromah sampai ke Masjid al Aqsha, Baitul
Maqdis, kemudian beliau disertai malaikat Jibril AS siap untuk melakukan Mi’raj
yakni naik menembus berlapisnya langit ciptaan Allah yang Maha Perkasa sampai
akhirnya beliau SAW berjumpa dengan Allah dan berbicara dengan Nya, yang
intinya adalah beliau dan umat ini mendapat perintah sholat lima waktu.
Sungguh
merupakan nikmat dan anugerah yang luar biasa bagi umat ini, di mana Allah SWT
memanggil Nabi-Nya secara langsung untuk memberikan dan menentukan perintah
ibadah yang sangat mulya ini. Cukup kiranya hal ini sebagai kemulyaan ibadah
sholat. Sebab ibadah lainnya diperintah hanya dengan turunnya wahyu kepada
beliau, namun tidak dengan ibadah sholat, Allah memanggil Hamba yang paling
dicintainya yakni Nabi Muhammad SAW ke hadirat Nya untuk menerima perintah ini.
Ketika
beliau dan Jibril sampai di depan pintu langit dunia (langit pertama), ternyata
disana berdiri malaikat yang bernama Ismail, malaikat ini tidak pernah naik ke
langit atasnya dan tidak pernah pula turun ke bumi kecuali disaat meninggalnya
Rasulullah SAW, dia memimpin 70 ribu tentara dari malaikat, yang masing-masing
malaikat ini membawahi 70 ribu malaikat pula.
Jibril
meminta izin agar pintu langit pertama dibuka, maka malaikat yang menjaga
bertanya:
“Siapakah
ini?”
Jibril
menjawab: “Aku Jibril.” Malaikat itu bertanya lagi:
“Siapakah
yang bersamamu?”
Jibril
menjawab: “Muhammad saw.” Malaikat bertanya lagi:
“Apakah
beliau telah diutus (diperintah)?”
Jibril
menjawab: “Benar”.
Setelah
mengetahui kedatangan Rasulullah malaikat yang bermukim disana menyambut dan
memuji beliau dengan berkata:
”Selamat
datang, semoga keselamatan menyertai anda wahai saudara dan pemimpin, andalah
sebaik-baik saudara dan pemimpin serta paling utamanya makhluk yang datang”.
Maka dibukalah pintu langit dunia ini.
Setelah
memasukinya beliau bertemu Nabi Adam dengan bentuk dan postur sebagaimana
pertama kali Allah menciptakannya. Nabi saw bersalam kepadanya, Nabi Adam
menjawab salam beliau seraya berkata:
“Selamat
datang wahai anakku yang sholeh dan nabi yang sholeh”.
Di
kedua sisi Nabi Adam terdapat dua kelompok, jika melihat ke arah kanannya,
beliau tersenyum dan berseri-seri, tapi jika memandang kelompok di sebelah
kirinya, beliau menangis dan bersedih. Kemudian Jibril AS menjelaskan kepada
Rasulullah, bahwa kelompok disebelah kanan Nabi Adam adalah anak cucunya yang
bakal menjadi penghuni surga sedang yang di kirinya adalah calon penghuni
neraka.
Kemudian
Rasulullah melanjutkan perjalanannya di langit pertama ini, tiba-tiba pandangan
beliau tertuju pada kelompok manusia yang dihidangkan daging panggang dan lezat
di hadapannya, tapi mereka lebih memilih untuk menyantap bangkai disekitarnya.
Ternyata mereka adalah manusia yang suka berzina, meninggalkan yang halal untuk
mereka dan mendatangi yang haram.
Kemudian
beliau berjalan sejenak, dan tampak di hadapan beliau suatu kaum dengan perut
membesar seperti rumah yang penuh dengan ular-ular, dan isi perut mereka ini
dapat dilihat dari luar, sehingga mereka sendiri tidak mampu membawa perutnya
yang besar itu. Mereka adalah manusia yang suka memakan riba.
Disana
beliau juga menemui suatu kaum, daging mereka dipotong-potong lalu dipaksa agar
memakannya, lalu dikatakan kepada mereka: “makanlah daging ini sebagaimana kamu
memakan daging saudaramu di dunia, yakni menggunjing atau berghibah”.
Kemudian
beliau naik ke langit kedua, seperti sebelumnya malaikat penjaga bertanya
seperti pertanyaan di langit pertama. Akhirnya disambut kedatangan beliau SAW
dan Jibril AS seperti sambutan sebelumnya. Di langit ini beliau berjumpa Nabi
Isa bin Maryam dan Nabi Yahya bin Zakariya, keduanya hampir serupa baju dan
gaya rambutnya. Masing-masing duduk bersama umatnya. Nabi saw menyifati Nabi
Isa bahwa dia berpostur sedang, putih kemerah-merahan warna kulitnya, rambutnya
lepas terurai seakan-akan baru keluar dari hammam, karena kebersihan tubuhnya.
Nabi menyerupakannya dengan sahabat beliau ‘Urwah bin Mas’ud ats Tsaqafi. Nabi
bersalam kepada keduanya, dan dijawab salam beliau disertai sambutan: “Selamat
datang wahai saudaraku yang sholeh dan nabi yang sholeh”.
Kemudian
tiba saatnya beliau melanjutkan ke langit ketiga, setelah disambut baik oleh
para malaikat, beliau berjumpa dengan Nabi Yusuf bin Ya’kub. Beliau bersalam
kepadanya dan dibalas dengan salam yang sama seperti salamnya Nabi Isa. Nabi
berkomentar: “Sungguh dia telah diberikan separuh ketampanan”. Dalam riwayat
lain, beliau bersabda: “Dialah paling indahnya manusia yang diciptakan Allah,
dia telah mengungguli ketampanan manusia lain ibarat cahaya bulan purnama
mengalahkan cahaya seluruh bintang”.
Ketika
tiba di langit keempat, beliau berjumpa Nabi Idris AS. Kembali beliau mendapat
jawaban salam dan doa yang sama seperti Nabi-Nabi sebelumnya.
Di
langit kelima, beliau berjumpa Nabi Harun bin ‘Imran AS, separuh janggutnya
hitam dan seperuhnya lagi putih (karena uban), lebat dan panjang. Di sekitar
Nabi Harun tampak umatnya sedang khusyu’ mendengarkan petuahnya.
Setelah
sampai di langit keenam, beliau berjumpa beberapa nabi dengan umat mereka
masing-masing, ada seorang nabi dengan umat tidak lebih dari 10 orang, ada lagi
dengan umat di atas itu, bahkan ada lagi seorang nabi yang tidak ada
pengikutnya. Kemudian beliau melewati sekelompok umat yang sangat banyak
menutupi ufuk, ternyata mereka adalah Nabi Musa dan kaumnya. Kemudian beliau
diperintah agar mengangkat kepala beliau yang mulya, tiba-tiba beliau tertegun
dan kagum karena pandangan beliau tertuju pada sekelompok umat yang sangat
banyak, menutupi seluruh ufuk dari segala sisi, lalu ada suara: “Itulah umatmu,
dan selain mereka terdapat 70 ribu orang yang masuk surga tanpa hisab “.
Pada
tahapan langit keenam inilah beliau berjumpa dengan Nabi Musa AS, seorang nabi
dengan postur tubuh tinggi, putih kemerah-merahan kulit beliau. Nabi saw
bersalam kepadanya dan dijawab oleh beliau disertai dengan doa. Setelah itu
Nabi Musa berkata: “Manusia mengaku bahwa aku adalah paling mulyanya manusia di
sisi Allah, padahal dia (Rasulullah saw) lebih mulya di sisi Allah daripada
aku”. Setelah Rasulullah melewati Nabi Musa, beliau menangis. Kemudian ditanya
akan hal tersebut. Beliau menjawab: “Aku menangis karena seorang pemuda yang
diutus jauh setelah aku, tapi umatnya lebih banyak masuk surga daripada
umatku”.
Kemudian
Rasulullah saw memasuki langit ketujuh, di sana beliau berjumpa Nabi Ibrahim AS
sedang duduk di atas kursi dari emas di sisi pintu surga sambil menyandarkan
punggungnya pada Baitul Makmur, di sekitarnya berkumpul umatnya. Setelah
Rasulullah bersalam dan dijawab dengan salam dan doa serta sambutan yang baik,
Nabi Ibrahim berpesan: “Perintahkanlah umatmu untuk banyak menanam tanaman
surga, sungguh tanah surga sangat baik dan sangat luas”. Rasulullah bertanya:
“Apakah
tanaman surga itu?”, Nabi Ibrahim menjawab:
“(Dzikir)
Laa haula wa laa quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adziim”.
Dalam
riwayat lain beliau berkata: “Sampaikan salamku kepada umatmu, beritakanlah
kepada mereka bahwa surga sungguh sangat indah tanahnya, tawar airnya dan
tanaman surgawi adalah Subhanallah wal hamdu lillah wa laa ilaaha illallah
wallahu akbar“.
Kemudian
Rasulullah diangkat sampai ke Sidratul Muntaha, sebuah pohon amat besar
sehingga seorang penunggang kuda yang cepat tidak akan mampu untuk mengelilingi
bayangan di bawahnya sekalipun memakan waktu 70 tahun. Dari bawahnya memancar
sungai air yang tidak berubah bau, rasa dan warnanya, sungai susu yang putih
bersih serta sungai madu yang jernih. Penuh dengan hiasan permata zamrud dan
sebagainya sehingga tidak seorang pun mampu melukiskan keindahannya.
Kemudian
beliau saw diangkat sampai akhirnya berada di hadapan telaga Al Kautsar, telaga
khusus milik beliau saw. Setelah itu beliau memasuki surga dan melihat disana
berbagai macam kenikmatan yang belum pernah dipandang mata, didengar telinga
dan terlintas dalam hati setiap insan. Begitu pula ditampakkan kepada beliau
neraka yang dijaga oleh malaikat Malik, malaikat yang tidak pernah tersenyum
sedikitpun dan tampak kemurkaan di wajahnya. Dalam satu riwayat, setelah beliau
melihat surga dan neraka, maka untuk kedua kalinya beliau diangkat ke Sidratul
Muntaha, lalu beliau diliputi oleh awan dengan beraneka warna, pada saat inilah
Jibril mundur dan membiarkan Rasulullah berjalan seorang diri, karena Jibril
tahu hanya beliaulah yang mampu untuk melakukan hal ini, berjumpa dengan Allah
SWT.
Setelah
berada di tempat yang ditentukan oleh Allah, tempat yang tidak seorang
makhlukpun diizinkan berdiri disana, tempat yang tidak seorangpun makhluk mampu
mencapainya, beliau melihatNya dengan mata beliau yang mulya. Saat itu langsung
beliau bersujud di hadapan Allah SWT. Allah berfirman:
“Wahai
Muhammad.”
“Labbaik
wahai Rabbku”, sabda beliau.
“Mintalah
sesuka hatimu”, firman Nya.
Nabi
bersabda: “Ya Allah, Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai Khalil (kawan
dekat), Engkau mengajak bicara Musa, Engkau berikan Dawud kerajaan dan
kekuasaan yang besar, Engkau berikan Sulaiman kerajaan agung lalu ditundukkan
kepadanya jin, manusia dan syaitan serta angin, Engkau ajarkan Isa at Taurat
dan Injil dan Engkau jadikan dia dapat mengobati orang yang buta dan belang
serta menghidupkan orang mati”.
Kemudian
Allah berfirman:
“Sungguh
Aku telah menjadikanmu sebagai kekasihKu”.
Dalam
Shohih Imam Muslim diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik, bahwa rasulullah
bersabda: ” … kemudian Allah mewajibkan kepadaku (dan umat) 50 sholat sehari
semalam, lalu aku turun kepada Musa (di langit ke enam), lalu dia bertanya:
“Apa
yang telah Allah wajibkan kepada umat anda?”
Aku
menjawab: “50 sholat”,
Musa
berkata: “kembalilah kepada Rabbmu dan mintalah keringanan sebab umatmu tidak
akan mampu untuk melakukannya”,
Maka
aku kembali kepada Allah agar diringankan untuk umatku, lalu diringankan 5
sholat (jadi 45 sholat), lalu aku turun kembali kepada Musa, tapi Musa berkata:
“Sungguh
umatmu tidak akan mampu melakukannya, maka mintalah sekali lagi keringanan
kepada Allah”.
Maka
aku kembali lagi kepada Allah, dan demikianlah terus aku kembali kepada Musa
dan kepada Allah sampai akhirnya Allah berfirman:
“Wahai
Muhammad, itu adalah kewajiban 5 sholat sehari semalam, setiap satu sholat
seperti dilipatgandakan menjadi 10, maka jadilah 50 sholat”.
Maka
aku beritahukan hal ini kepada Musa, namun tetap dia berkata: “Kembalilah
kepada Rabbmu agar minta keringanan”, Maka aku katakan kepadanya: “Aku telah
berkali-kali kembali kepadaNya sampai aku malu kepadaNYa”.
Setelah
beliau menerima perintah ini, maka beliau turun sampai akhirnya menaiki buraq
kembali ke kota Makkah al Mukarromah, sedang saat itu masih belum tiba fajar.
Pagi
harinya beliau memberitahukan mukjizat yang agung ini kepada umatnya, maka
sebagian besar diantara mereka mendustakan bahkan mengatakan nabi telah gila
dan tukang sihir, saat itu pertama umat yang membenarkan dan mempercayai beliau
adalah Sayyiduna Abu Bakar, maka pantaslah beliau bergelar As Shiddiq, bahkan
tidak sedikit diantara mereka yang tadinya beriman, kembali murtad keluar dari
syariat.
Sungguh
keimanan itu intinya adalah membenarkan dan percaya serta pasrah terhadap semua
yang dibawa dan diberitakan Nabi Muhammad SAW, sebab beliau tidak mungkin
berbohong apalagi berkhianat dalam Risalah dan Dakwah beliau. Beliaulah Nabi
yang mendapat gelar Al Amiin (dipercaya), Ash Shoodiq (selalu jujur) dan Al
Mashduuq (yang dibenarkan segala ucapannya).
Shollallahu
‘alaihi wa aalihi wa sallam. Inilah ringkasan dari perjalanan Isra dan Mi’raj
Nabi Muhammad SAW yang kami nukil dengan ringkas dari kitab Al Anwaarul
Bahiyyah dan Dzikrayaat wa Munaasabaat, keduanya karya Al Imam Al Muhaddits As
Sayyid Muhammad bin Alawy al Maliky al Hasany RA, Mahaguru dari Al Ustadz al
habib Sholeh bin Ahmad al Aydrus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar